Postingan

Menampilkan postingan dari September, 2024

The Power of Qadarullah: Belajar Tenang Saat Takdir Tidak Sejalan Harapan

Gambar
  Aku pernah merasa jengkel, kecewa, bahkan ingin marah ketika sesuatu tidak berjalan sesuai dengan keinginanku. Rasanya seperti semua usaha dan harapan dipatahkan dalam sekejap. Saat itu, aku merasa punya cukup alasan untuk mengeluh. Tapi di tengah kemarahan yang hampir meluap, ada seseorang yang berkata  "Qadarullah." Tak lebih. Hanya satu kata itu. Tapi hatiku seperti dicegah untuk meledak. Langsung nyesss. Seperti ada kekuatan yang tidak terlihat dari kata itu. Menenangkan. Menahan. Bahkan menyadarkanku. Sejak saat itu, aku mulai memahami: Qadarullah bukan sekadar ucapan. Ia adalah bentuk kepasrahan yang paling elegan kepada Allah. Ia adalah jembatan antara usaha dan ridha. Ia adalah pengakuan bahwa kita ini hamba—yang tak tahu rencana utuh dari Sang Pengatur. Belajar Menerima Takdir Kalimat Qadarullah, wa maa syaa-a fa‘al berarti, "Ini adalah takdir Allah, dan apa yang Dia kehendaki pasti terjadi." Kalimat ini bukan untuk orang yang lemah, justru untuk me...

Secepat itu Kita Mengeluh?

Gambar
Tepat bulan Mei kemarin.  Kegelisahan itu datang tanpa permisi, menyelinap di sela-sela langkah saat menghadapi kesulitan. Rasanya seperti ada beban yang tak terlihat, menekan dada, membuat napas terasa sesak. Pikiran berlarian tanpa arah, memutar berbagai kemungkinan buruk, seolah dunia berhenti mendengar suara harapan. Aku bertanya-tanya, mengapa hidup tak pernah berjalan mulus? Mengapa selalu ada tantangan yang menghadang, apa ini menguji batas kemampuanku? Kala itu dokter berkata bahwa suamiku harus segera opname karena sakit demam berdarah dan typus. Oke terdengar hanya penyakit yang tidak serius. Tapi ini rawat inap perdana sejak kami menikah. Entah mengapa  itu sudah membuatku buyar seakan banyak permasalahan yang harus kuhadapi. Mengurus administrasi rawat inap, mengurus anak, bolak balik rumah, rumah sakit, dan sekolah. Kulakukan sendirian, karena ada di perantauan, jauh dari saudara/keluarga dan tentunya gak mau merepotkan tetangga. So, hectic banget sampai kayaknya ...

Pecahan Kaca dan Sebuah Refleksi Keimanan

Gambar
  "PYARRR" Suara pecahan kaca terdengar tajam, memecah keheningan di tengah keramaian. Di hadapanku, tumbler beling seorang anak terjatuh, isinya tumpah, dan pecahan kaca tersebar di lantai. Anak seusia SD itu tampak kebingungan, berdiri di antara kepingan-kepingan tajam itu, sementara orang-orang dewasa di sekelilingnya tetap sibuk dengan aktivitas mereka, seolah tidak terjadi apa-apa. Aku menunggu, berharap seseorang akan bertindak. Tapi tidak ada yang bergerak. Detik demi detik berlalu, dan aku merasa seperti satu-satunya yang sadar bahwa ini adalah situasi berbahaya. Anak itu bisa terluka. Orang-orang yang lalu-lalang bisa terinjak pecahan kaca. Apa iya aku juga harus bersikap sama seperti mereka? Membiarkan kaca berserakan atau memanggil cleaning servis untuk membersihkan? Rasa frustrasi mulai merayap dalam diri. "Kenapa tidak ada yang peduli?" pikirku. Akhirnya, aku menghela napas dan mengambil langkah maju, menyusuri lantai yang berserakan pecahan. Aku memint...