Postingan

Menampilkan postingan dari April, 2020

The Power of Qadarullah: Belajar Tenang Saat Takdir Tidak Sejalan Harapan

Gambar
  Aku pernah merasa jengkel, kecewa, bahkan ingin marah ketika sesuatu tidak berjalan sesuai dengan keinginanku. Rasanya seperti semua usaha dan harapan dipatahkan dalam sekejap. Saat itu, aku merasa punya cukup alasan untuk mengeluh. Tapi di tengah kemarahan yang hampir meluap, ada seseorang yang berkata  "Qadarullah." Tak lebih. Hanya satu kata itu. Tapi hatiku seperti dicegah untuk meledak. Langsung nyesss. Seperti ada kekuatan yang tidak terlihat dari kata itu. Menenangkan. Menahan. Bahkan menyadarkanku. Sejak saat itu, aku mulai memahami: Qadarullah bukan sekadar ucapan. Ia adalah bentuk kepasrahan yang paling elegan kepada Allah. Ia adalah jembatan antara usaha dan ridha. Ia adalah pengakuan bahwa kita ini hamba—yang tak tahu rencana utuh dari Sang Pengatur. Belajar Menerima Takdir Kalimat Qadarullah, wa maa syaa-a fa‘al berarti, "Ini adalah takdir Allah, dan apa yang Dia kehendaki pasti terjadi." Kalimat ini bukan untuk orang yang lemah, justru untuk me...

[CERPEN] Mon, Ayo Move On. (Bagian 4)

Gambar
Cerita sebelumnya  Bagian 3 "Ternyata, kamu masih sama, Mon." Tatapannya tajam. Sungguh membiusku. "Kupikir kamu sudah berubah," lanjutnya. Bibirku jadi kelu. Tak bisa berucap lagi. Saat ini dia benar-benar sukses membuatku seperti manusia bodoh yang sedang kebingungan mencari contekan saat ujian. Aku tidak berubah bagaimana? Batinku.  "Setelah kita berpisah, aku berharap ada seseorang lagi yang hadir untuk menggantikanmu, Mon." Rangkaian ucapannya menghipnotisku. Aku seperti sedang tidak berhadapan dengan Johan yang biasanya. Dia nampak serius. Bahkan, dia tidak memakai kata "elu, gue" kayak sebelumnya. "Dan, akhirnya, udah ada kan sekarang?" pungkasku. Entah, aku bisa kuat nggak menerima jawaban sekaligus kenyataan, bahwa lelaki di depanku ini sebentar lagi akan benar-benar berpisah denganku. Dimiliki oleh orang lain. Batinku bergejolak.  Sejurus kemudian, Johan mengeluarkan secarik kertas tebal bewarna-warni dari saku baj...

[CERPEN] Mon, Ayo Move On. (Bagian 3)

Gambar
Cerita sebelumnya  Bagian 2 Setelah melampaui pemikiran yang panjang semalaman, akhirnya aku memutuskan datang ke Goldian Kafe. Meja nomer 5, tempat favorit kami. Meja itu menghadap ke area persawahan. Pemandangan yang indah. Tapi itu dulu. Jujur, setelah putus dengan Johan, aku nggak pernah lagi ke tempat ini. Tau kan, sebabnya? Biar nggak keinget dia mulu. Hiks... Perpisahan memang selalu meninggalkan luka. Ironisnya, luka ini aku yang ciptakan. Aku yang belum dewasa menjalani ini semua. Semenjak lulus kuliah dan dia diterima di sebuah perusahaan penerbitan, hubunganku dengan Johan tak seperti dulu. Dia sangat sibuk. Terlebih dengan sikap Johan yang selalu tidak peka dengan perasaanku. Memang bukan masalah orang ketiga, tapi aku selalu cemburu saat teman-teman kerjanya yang cewek begitu akrab dengannya. Mereka lebih tahu tentang Johan daripada aku. Johan lebih banyak menghabiskan waktu mereka saat mengerjakan proyek. Sementara, untuk bertemu denganku sangat susah. “Kita tim, ...

[CERPEN] Mon, Ayo Moven On (Bagian 2)

Gambar
Cerita sebelumnya  Bagian 1 Aku masih kepikiran email Johan. Tidak hanya emailnya, tepatnya, kenangan-kenangan yang telah tertoreh selama cinta itu masih terjalin. Hampir lima tahun kami bersama menjalani suka dan duka. Dulu, pertama bertemu, saat pesta sederhana ulang tahun Yaya, yang hanya dihadiri oleh keluarga Yaya, aku dan Johan, sobat dekat Bang Feri, abangnya Yaya. Karena tahu , HP Johan bagus, Bang Feri menyuruhnya menjadi juru foto. Dengan tangkas dan terlihat profesional, Johan menangkap setiap moment kebersamaan keluarga itu. Termasuk ada aku di dalam foto yang diambilnya. “Kak, nanti kirimin, ya,” ucapku sepontan pada Johan. Karena penasaran dengan hasil foto-fotonya. Padahal kita belum saling kenal. “Oke, share no wa aja,” Lalu aku menyebut nomerku dan dia langsung save sembari bertanya siapa namaku. Berawal dari situ akhirnya kita menjadi lebih akrab dan selalu kontak. Aku kagum dengan lelaki berparas sederhana tetapi memukau itu. Dia pribadi yang selalu...

[CERPEN] Mon, Ayo Move On.

Gambar
“Mon, minggu depan, gue mau nikah, loe harus dateng,ya. Kirimin alamat lengkap sama contact loe dong, biar gampang kalau mau kirim undangan.” Email dari Johan mengusik pagiku. Ternyata itu pesan yang dia kirim sejak 2 minggu yang lalu. Segera kubalas email itu dengan mengirim alamat dan nomer hp dan kuakhiri dengan pertanyaan tanggal pelaksanannya. Ternyata dia sedang on, email balasannya langsung masuk. “Ada apa Mon?” seloroh Yaya, teman sekantorku, "serius banget mantengin laptop?” “Email dari Johan,” “What? Tumben? Ada angin apa?” “Minggu depan dia mau nikah,” jawabku tak bersemangat. Aku tidak membayangkan jika secepat itu dia mendapatkan jodoh. Sedangkan aku, mantannya dulu, masih konsisten dengan kesendirian ini. Pikiranku jadi melayang ke masa enam bulan silam. Saat kami masih bersama, menjalin sebuah asmara khas anak remaja. Namun sayang, itu dulu. Sekarang dia sudah akan menyunting gadis pilihannya. “Apa? Johan mau nikah? Kapan?” “Tanggal 30...