The Power of Qadarullah: Belajar Tenang Saat Takdir Tidak Sejalan Harapan

Gambar
  Aku pernah merasa jengkel, kecewa, bahkan ingin marah ketika sesuatu tidak berjalan sesuai dengan keinginanku. Rasanya seperti semua usaha dan harapan dipatahkan dalam sekejap. Saat itu, aku merasa punya cukup alasan untuk mengeluh. Tapi di tengah kemarahan yang hampir meluap, ada seseorang yang berkata  "Qadarullah." Tak lebih. Hanya satu kata itu. Tapi hatiku seperti dicegah untuk meledak. Langsung nyesss. Seperti ada kekuatan yang tidak terlihat dari kata itu. Menenangkan. Menahan. Bahkan menyadarkanku. Sejak saat itu, aku mulai memahami: Qadarullah bukan sekadar ucapan. Ia adalah bentuk kepasrahan yang paling elegan kepada Allah. Ia adalah jembatan antara usaha dan ridha. Ia adalah pengakuan bahwa kita ini hamba—yang tak tahu rencana utuh dari Sang Pengatur. Belajar Menerima Takdir Kalimat Qadarullah, wa maa syaa-a fa‘al berarti, "Ini adalah takdir Allah, dan apa yang Dia kehendaki pasti terjadi." Kalimat ini bukan untuk orang yang lemah, justru untuk me...

[CERPEN] Gara-Gara Bopo (Bagian 1)


Lelaki berkemeja hijau telur asin itu tampak tak bersemangat mengaduk secangkir kopi panas yang tersaji di depannya. Matanya menatap ke arah jendela. Seakan sedang menanti sesorang. Diliriknya jam tangan lalu diikuti helaan napasnya memberat. Seperti sudah tidak ada daya lagi menunggu sesuatu yang sudah tidak pasti. Diambilnya selembar uang dari dompet yang terselip di saku belakang celananya. Lalu dia berdiri. Bersiap meninggalakan secangkir kopi yang belum sedikitpun dia seruput.

“Mas Jojo, ya?” Tiba-tiba gadis berjilbab dusty pink muncul dari belakangnya dengan napas yang masih terengah-engah. Lelaki yang disebut namanya itu hanya menatapnya tajam.

“Oh, jadi kamu Sachi?” ucap Jojo masih dengan ekspresi datar.

“Benar. Maaf, terlambat, sudah membuat Mas menunggu ya,”

Gadis itu lalu mengambil kursi dan merogoh secarik kertas yang sebuah pulpen dari dalam tas jinjingnya. Lelaki itu masih menatap dengan tatapan khasnya.

“Apa bisa kita mulai sekarang?” ucap Sachi pada lelaki berhidung mbangir yang masih berdiri di depannya.

“Tidak akan pernah mulai!” Ucapan lelaki itu membuat Sachi terkesiap. Dia tidak menyangkan jika perkataan itu akan terdengar di telinganya.

“Maksud, Mas Jojo?”

“Dua puluh menit menunggu, sudah bisa menjadikanku jawaban bahwa melanjutkan dengan orang seperti itu hanya akan membuang waktuku saja.”

“Maaf, karena tadi saya harus menjemputku kakek saya dulu di bandara.”

“Itu bukan urusanku!” tegas lelaki itu, lalu pergi meninggalkan Sachi. Sachi lalu mengejar punggung bidang Jojo. Sampai akhirnya beradu di parkiran.

“Tunggu sebentar,  saya mohon pengertian dari Mas Jojo. Saya mohon maaf.” Jojo hanya diam, lalu membuka pintu mobilnya.

“Lalu kapan saya bisa mewawancarai Mas Jojo lagi?”

“Silakan hubungi Raka!” Jojo lalu menutup pintu dan Mazda 6 Facelift berwarna silver itu langsung meluncur meninggalkannya.

BERSAMBUNG

Komentar

Popular Posts

Tak Mewah Tak Berarti Susah

Ghibah: Antara Obrolan Sehari-hari dan Kebiasaan yang Dinormalisasi

Ketika Tren Ramadan dan Lebaran Menjadi Bumerang