The Power of Qadarullah: Belajar Tenang Saat Takdir Tidak Sejalan Harapan

Gambar
  Aku pernah merasa jengkel, kecewa, bahkan ingin marah ketika sesuatu tidak berjalan sesuai dengan keinginanku. Rasanya seperti semua usaha dan harapan dipatahkan dalam sekejap. Saat itu, aku merasa punya cukup alasan untuk mengeluh. Tapi di tengah kemarahan yang hampir meluap, ada seseorang yang berkata  "Qadarullah." Tak lebih. Hanya satu kata itu. Tapi hatiku seperti dicegah untuk meledak. Langsung nyesss. Seperti ada kekuatan yang tidak terlihat dari kata itu. Menenangkan. Menahan. Bahkan menyadarkanku. Sejak saat itu, aku mulai memahami: Qadarullah bukan sekadar ucapan. Ia adalah bentuk kepasrahan yang paling elegan kepada Allah. Ia adalah jembatan antara usaha dan ridha. Ia adalah pengakuan bahwa kita ini hamba—yang tak tahu rencana utuh dari Sang Pengatur. Belajar Menerima Takdir Kalimat Qadarullah, wa maa syaa-a fa‘al berarti, "Ini adalah takdir Allah, dan apa yang Dia kehendaki pasti terjadi." Kalimat ini bukan untuk orang yang lemah, justru untuk me...

Mau Sarapan Apa?


Menu andalan sarapan orang sini kalau gak nasi uduk ya bubur ayam. Eh tapi ada juga yang suka sarapan roti, soto, nasi kuning, dan banyak lagi. Tapi kalau kami masih memilih tipe sarapan yang apa adanya aja. Ya maksudnya kalau ada bubur ya makan bubur, kalau ada nasi ama telor yang makan itu, ya adanya apa😀

Ehmmm ngomong-ngomong soal bubur jadi ingat serial sinetron tukang bubur naik haji. Meski banyak penjual bubur, baik keliling atau di lapak, mereka kayak udh punya pelanggan masing-masing. 
Atmoster perekonomian di sini memang jauh banget kalau dibandingkan dengan di Yogya, atau tepatnya di kampung halaman kami. 

Ceritanya, hari Sabtu ini aku sama Salman libur, ga sekolah, tapi berbeda dengan si Ayah. Kadang kalau udah libur bawaannya emak pengen males-malesan ajah. Dan kemalasan ini sangat didukung oleh bakul-bakul yang ada di sekitar perumahan kami. Mau makan apa? Tinggal bilang, keluarin dompet, beres deh. Nasi kuning/uduk cuma 5rb, bubur cuma 8ribu. Alhamdulillah sangat tertolong.

Saat Ayah keluar rumah mau berangkat, si mas bubur tanya ke Salman, "kok Ayahmu gak libur, Man?" Kebetulan mas bubur ini juga tinggal di kompleks kami jadi udah hafal dg nama Salman. 
"Iya, Ayah kerja, nyari duit," jawab Salman
"Wah, enak banget ya Man, ayahmu yang nyari duit, kamu yang ngabisin duitnya,"
"Iyalah biar bisa beli bubur,"

Dan aku yang mendengar percakapan ikut ketawa. 

Udah sampai di sini aja ceritanya. Makasih ya sudah mampir🙏😊

Komentar

Popular Posts

Tak Mewah Tak Berarti Susah

Ghibah: Antara Obrolan Sehari-hari dan Kebiasaan yang Dinormalisasi

Ketika Tren Ramadan dan Lebaran Menjadi Bumerang