The Power of Qadarullah: Belajar Tenang Saat Takdir Tidak Sejalan Harapan

Gambar
  Aku pernah merasa jengkel, kecewa, bahkan ingin marah ketika sesuatu tidak berjalan sesuai dengan keinginanku. Rasanya seperti semua usaha dan harapan dipatahkan dalam sekejap. Saat itu, aku merasa punya cukup alasan untuk mengeluh. Tapi di tengah kemarahan yang hampir meluap, ada seseorang yang berkata  "Qadarullah." Tak lebih. Hanya satu kata itu. Tapi hatiku seperti dicegah untuk meledak. Langsung nyesss. Seperti ada kekuatan yang tidak terlihat dari kata itu. Menenangkan. Menahan. Bahkan menyadarkanku. Sejak saat itu, aku mulai memahami: Qadarullah bukan sekadar ucapan. Ia adalah bentuk kepasrahan yang paling elegan kepada Allah. Ia adalah jembatan antara usaha dan ridha. Ia adalah pengakuan bahwa kita ini hamba—yang tak tahu rencana utuh dari Sang Pengatur. Belajar Menerima Takdir Kalimat Qadarullah, wa maa syaa-a fa‘al berarti, "Ini adalah takdir Allah, dan apa yang Dia kehendaki pasti terjadi." Kalimat ini bukan untuk orang yang lemah, justru untuk me...

Khitanku Bahagiaku

 

Assalamualaikum warah matullahi wabarakatu. Perkenalkan namaku Salman kali ini aku ingin menceritakan kisahku saat liburan kmrn yang berjudul:

“Khitanku Bahagiaku”

Waktu itu sebelum ujian akhir semester ganjil, aku menginginkan untuk sunat karena aku ingin seperti teman temanku. Kata mereka sunat itu gak sakit dan nanti juga dapat mainan. Tentu aku tergiur. Aku pun bilang kepada ayahku kalau aku mau sunat. 

"Yah, boleh gak?" dan kata ayahku aku boleh tapi sunat di mana? Lalu aku menjawab mau di Safubot tapi kata ayahku itu mahal terus aku cari yang lain dan akhirnya ketemu. Sesudah itu aku langsung pergi ke tempatnya aku tidak langsung sunat karena aku mau ikut promo biar gak banyak bayarnya. Setelah sampai di tempatnya ternyata aku sunat di Klinik Abdul Karim.

Selanjutnya aku masuk dan mengantri lalu dicek dulu. Saat dicek aku tidak dapat promo karena suatu alasan. Tapi aku tetep pengen sunat. Lalu kata dokternya memberikan solusi besok bakal dipanggilin dokter yang pro kemudian dokternya tanya kapan mau sunat nya terus ibuku bilang tanggal 21 Desember. Ok kata Bu Dokter. Lalu sampai lah di tanggal 21. Aku ditemani simbah kakungku dan om. Mereka datang dari Jogja hanya untuk menemani aku khitan. Sungguh aku terharu. Tapi aku sedikit khawatir kok gak ada mbah utiku ya? Gapapalah mungkin memang Mbah Utiku sibuk. Di sisi lain, aku juga mulai cemas, nanti pas disunat sakit gak ya. Saat aku ingin disunat dokternya bilang, gak papa dek main hp aja gak papa tetapi kata ibukku jangan main HP lebih baik sambil dzikir. Lalu saat dibius rasanya seperti ditekan setelah itu tidak terasa apa apa. Proses hanya berlangsung kurang lebih 20 menit. Setelah selesai aku langsung pake celana batok dan pulang. Tetapi saat perjalanan pulang, biusnya ilang rasanya panas sekali, di dalam mobil aku menahan sakit. Sampai di rumah, Ibu membelikan burger Bangor. Rasanya lezat tapi sambil menahan perih.


Orang-orang mulai berdatangan ke rumah. Ada tetangga dan teman-teman Ayah menjengengukku. Sampai suatu ketika aku melihat mobil datang yang ternyata itu adalah Mbah Utiku dari Jogja. Di situ aku sangat senang namun di sisi lain aku sedih karena aku belum bisa main jalan-jalan, masih susah gerak dan kadang kadang sakit. Tapi semua itu terbayar karena aku sekarang sudah sembuh dan semua uang yang kuterima dari para tamu yang datang bisa terkumpul untuk membeli sepada listrik yang merupakan impianku dari dulu.

Sekian terimakasih. Wasalam mualaikum warahmatullahhi wabarakatu

Pesan yang bisa kita ambil dari kisah ini adalah: Ketika kita menjalankan suatu kebaikan akan berbuah kebahagiaan. Seperti aku yang habis sunat lalu mendapat sepeda listrik impianku.


Komentar

Popular Posts

Tak Mewah Tak Berarti Susah

Ghibah: Antara Obrolan Sehari-hari dan Kebiasaan yang Dinormalisasi

Ketika Tren Ramadan dan Lebaran Menjadi Bumerang