Tidak Mengurusi Perpustakaan, Katanya.

Gambar
Sebagai pustakawan, aku sangat percaya bahwa perpustakaan adalah jantung dari sebuah ekosistem literasi di sekolah. Bukan hanya sekadar tempat menyimpan buku, perpustakaan adalah ruang hidup, tempat tumbuhnya gagasan, kreativitas, dan kecerdasan para siswa. Maka, wajar jika aku berharap semua elemen sekolah, terutama para guru, memiliki perhatian yang besar terhadapnya. Namun, suatu hari aku berbincang dengan seorang teman—seorang guru yang kukagumi karena kompetensinya yang luar biasa. Dia adalah figur yang dikenal sebagai guru penggerak, sosok yang sering digadang-gadang sebagai inspirasi dalam memajukan pendidikan. Dengan penuh rasa ingin tahu, aku bertanya kepadanya tentang perpustakaan di sekolahnya. Namun, alih-alih mendapat jawaban yang bersemangat atau refleksi mendalam, dia malah berkata dengan santai, “Bagaimana apanya? Aku tidak mengurusi perpustakaan.” Jawaban itu membuatku tercekat. Aku tidak tahu apa yang lebih menohok—apakah nada seolah-olah perpustakaan itu tidak pentin...

Kisah Rudi dan Hakikat Hidup Ini

Rudi adalah seekor kuda yang tinggal di istal bersama teman-temannya. Mereka membantu anak-anak yang mau belajar naik kuda. Hanya saja, Rudi jarang diminati oleh anak-anak. Hal itu membuatnya sedih. Rudi merasa dirinya tidak sekeren teman-temannya karena tidak memiliki surai yang indah.
Meski sudah disampo, disikat keras-keras, tetapi surainya tetap lepek.
Hingga suatu hari, ada seorang anak perempuan yang mendekatinya. Anak itu memilih dirinya. Anak itu menyukai Rudi, karena matanya. Kuda itu memiliki mata yang ramah. Akhirnya mereka bermain bersama dengan riang gembira.

Semenjak itu, Rudi tak sedih lagi. Meski tak memiliki surai yang indah, tetapi dia bahagia dan merasa bangga dengan karena matanya yang ramah.

****

Terkadang, kita seperti Rudi.
Kita? Eh aku kali, kalian enggak. Hihi.
Ya, terkadang kita terlalu fokus dengan apa yang menjadi ke"ngetren"an orang-orang pada umumnya. Tanpa peduli apa sih hakikat hidup ini.
Sampai akhirnya tidak sadar bahwa kita sebenarnya memiliki potensi yang luar biasa yang orang lain tak punya. 

Manusia sering mengeluh, tentang apa yang menjadi kekurangannya. Sering membanding-bandingkan diri dengan orang lain, sampai akhirnya dia sendiri yang terpuruk. Padahal kalau mau menengok sedikit, kita tuh punya potensi yang luar biasa. 

Perbanyak bersyukur kurangi insecure. Biarin ah orang lain punya ini itu. Toh ini itu-nya mereka belum tentu baik untuk kita. 

Kalau orang jawa bilang "manungso kui mung sedermo nglampahi".

Iya nrimo gt. Kita menerima segala apapun yang Allah berikan, menjalani kehidupan yang Allah tentukan, menerima segala sesuatu apapun itu dengan ikhlas, tabah, dan sabar. Iya kan? Wuiihhh enak bener ngomongnya. Iya emang enak, emang mau yang enek??? Hahaha.

Bukankah cara termudah adalah memang menerimanya? Dengan begitu bahagia akan tercipta.

Lantas?? Kalau cuma "nrimo" gt sama dengan pasrah?? Gak punya usaha?? Gak punya impian??

Oh oh...ya enggak gitu juga. Punya mimpi itu perlu. Punya target itu penting. Bahkan hidup menjadi lebih berarti saat kita bisa meraih mimpi-mimpi itu. Tapi kembali lagi ke awal, bahwa mimpi-mimpi itu harus selaras dengan hakikat hidup kita. Yaitu menuju akhirat.


*Tulisan receh seorang wanita sederhana yang mencoba untuk terus belajar menggerakkan pena. 

Komentar

Popular Posts

Pandai Mengukur, Lupa Bersyukur

Tak Apa Jika Pencapaian Kita Berbeda

Tak Mewah Tak Berarti Susah