The Power of Qadarullah: Belajar Tenang Saat Takdir Tidak Sejalan Harapan

Gambar
  Aku pernah merasa jengkel, kecewa, bahkan ingin marah ketika sesuatu tidak berjalan sesuai dengan keinginanku. Rasanya seperti semua usaha dan harapan dipatahkan dalam sekejap. Saat itu, aku merasa punya cukup alasan untuk mengeluh. Tapi di tengah kemarahan yang hampir meluap, ada seseorang yang berkata  "Qadarullah." Tak lebih. Hanya satu kata itu. Tapi hatiku seperti dicegah untuk meledak. Langsung nyesss. Seperti ada kekuatan yang tidak terlihat dari kata itu. Menenangkan. Menahan. Bahkan menyadarkanku. Sejak saat itu, aku mulai memahami: Qadarullah bukan sekadar ucapan. Ia adalah bentuk kepasrahan yang paling elegan kepada Allah. Ia adalah jembatan antara usaha dan ridha. Ia adalah pengakuan bahwa kita ini hamba—yang tak tahu rencana utuh dari Sang Pengatur. Belajar Menerima Takdir Kalimat Qadarullah, wa maa syaa-a fa‘al berarti, "Ini adalah takdir Allah, dan apa yang Dia kehendaki pasti terjadi." Kalimat ini bukan untuk orang yang lemah, justru untuk me...

Kisah dari Sekantong Jagung


Sebelum hujan mengguyur dan sambaran petir yang menggelegar, aku ditawari seorang teman untuk mengambil jagung sisa dari acara camping kemarin.

Jiwa emak mulai meronta saat ditawari hal semacam itu. Iya gak sih?

Bergegaslah aku mengambilnya, lalu kumasukkan tumpukan jagung yang masih menggunung ke dalam kantong kresek hitam yang telah disediakan. Aku gak mengambil banyak, hanya sekitar 5 buah kalau gak salah. Toh hanya dimakan berdua. Eh iya berdua, karena si dia gak suka 🤭.

Usai mengemasi jagung aku kembali ke aktivitasku, tapi karena hujan mulai deras, dan aku harus memegang payung serta sebuah map arsip maka kutinggalkan kresek hitam itu di atas rak sepatu, dan berencana akan kuambil kalau mau pulang nanti.

Suasana sore itu memang cukup mencekap, aliran air yang begitu besar seakan akan menerjang masuk teras perpustakaan. Eh aku jadi ingat insiden sandal yang hilang. Tak mau mengulang hal yang sama, agar tidak hanyut, entah sandal/sepatu siapa saja langsung kuangkat ke dalam. Kebetulan memang di dalam ada siswa yang kunjungan literasi. Tak disangka tiba-tiba listrik padam setelah ada kilatan petir yang menyilaukan. Cukup lama sampai akhirnya aku lupa perihal jagung yang kutinggalkan tadi. 

Singkat cerita, aku lupa membawanya pulang. Sampai di rumah baru ingat. Ya sudah tak apa, toh besok masih masuk kerja, kalau masih rejeki pasti masih ada.

Tapi ternyata, pagi ini, tak kutemui barang yang kucari. Di atas rak sepatu itu kosong tak ada benda apapun.

Sedikit kecewa. Padahal besok libur, kan bisa bikin pesta jagung. Oke, kecewa sedikit aja. Halowww, ini hanya soal jagung, jangan lebay. Anggap aja memang belum rejeki. 

Tak lama kemudian, aku bertemu dengan rekan OB, kucoba tanyakan hal itu, karena biasanya urusan macam begini tim mereka yang tahu. Tapi ternyata dia sendiri gak tahu, dan perihal tumpukan jagung yang kemarin menggunung memang sudah habis.

Okelah. Sudah tidak harapan. Memang harus diikhlaskan.

Tak berselang lama, tiba-tiba ada rekan OB yang lain datang ke kantor,
"Miss kemarin kehilangan jagung ya? Ini masih ada sisa kalau mau. Tapi gak banyak," ucapnya sambil  menyerahkan sebuah tas besar yang berisikan jagung yang isinya lebih dari apa yang kemarin aku ambil.

Wuihhh emak langsung semringah dong dan tentunya berterimakasih banget sama rekan OB yang begitu peduli. Aku doakan semoga cepat mendapatkan istri. hihi 

Dari cerita ini, aku seakan sedang mengimplementasikan apa yang diungkapkan oleh Umar bin Khatab r.a bahwa "Apa yang melewatkanku tidak akan pernah menjadi takdirku dan apa yang ditakdirkan untukku tidak akan pernah melewatkanku."

Seperti apa yang udah aku share di sebuah platform baru-baru ini, silakan meluncur ke sini 😍

Terima kasih ya sudah mampir dan sudah membaca. Semoga bisa diambil manfaatnya. Sampai ketemu di cerita selanjutnya. 😊

#celotehkada
#jagungmanis
#KisahInspiratif

Komentar

Popular Posts

Tak Mewah Tak Berarti Susah

Ghibah: Antara Obrolan Sehari-hari dan Kebiasaan yang Dinormalisasi

Ketika Tren Ramadan dan Lebaran Menjadi Bumerang