Tidak Mengurusi Perpustakaan, Katanya.

Gambar
Sebagai pustakawan, aku sangat percaya bahwa perpustakaan adalah jantung dari sebuah ekosistem literasi di sekolah. Bukan hanya sekadar tempat menyimpan buku, perpustakaan adalah ruang hidup, tempat tumbuhnya gagasan, kreativitas, dan kecerdasan para siswa. Maka, wajar jika aku berharap semua elemen sekolah, terutama para guru, memiliki perhatian yang besar terhadapnya. Namun, suatu hari aku berbincang dengan seorang teman—seorang guru yang kukagumi karena kompetensinya yang luar biasa. Dia adalah figur yang dikenal sebagai guru penggerak, sosok yang sering digadang-gadang sebagai inspirasi dalam memajukan pendidikan. Dengan penuh rasa ingin tahu, aku bertanya kepadanya tentang perpustakaan di sekolahnya. Namun, alih-alih mendapat jawaban yang bersemangat atau refleksi mendalam, dia malah berkata dengan santai, “Bagaimana apanya? Aku tidak mengurusi perpustakaan.” Jawaban itu membuatku tercekat. Aku tidak tahu apa yang lebih menohok—apakah nada seolah-olah perpustakaan itu tidak pentin...

Tumbuhan yang Mengerikan




Ngomong-ngomong soal literasi membaca, aku masih ingat judul buku yang pertama kali aku baca saat aku mulai mengenal perpustakaan. Yaps, seperti pada gambar di atas. Gambar kuambil dari internet dan beberapa kudapati buku ini ternyata masih menjadi koleksi perpustakaan-perpustakaan sekolah.

Dulu di SD kami ada sebuah perpustakaan kecil yang jadi satu dengan ruang sholat, dan ruang koperasi. Hemmm tahu gimana sempitnya?

Memang sih waktu dulu belum segencar saat ini soal pembangunan perpustakaan. Tapi kami sudah sangat senang jika bu guru mulai membuka ruangan itu dan kita diperbolehkan untuk melihat-lihat dan meminjam buku.

Koleksinya tidak banyak. Bukan buku-buku terbitan baru juga. Meski demikian anak-anak cukup antusias dan cukup kewalahan bagi para murid untuk menelusuri jejeran-jejeran buku yang terpajang di rak itu. Kalau tidak salah ada ada sekitar 3 rak buku dengan panjang kurang lebih 2 meter. Dua rak buku itu diletakkan berdampingan sehingga menjadi sekat antara perpus dan ruang sholat. 

Cara peminjaman bukunya pun masih manual. Bu guru membuat kartu anggota hanya dari kertas BC yang dipotong menjadi bentuk ukuran kartu, lalu nama dan nomor keanggotaannya ditulis tangan. Sungguh benar-benar konvensional. Upss tapi jangan tanya ya itu tahun berapa? Ehmm ya sebelum tahun 2000 an. Sudah cukup lama ya😁🤭

Sampul buku berjudul "Tumbuhan yang Mengerikan" ini berhasil menarik perhatianku yang masih lugu. Aku penasaran apakah iya ada tumbuhan yang bisa tumbuh di kepala manusia?

Aku ingat sebelumnya juga pernah mendapat cerita kalau kita makan buah-buahan dan bijinya termakan maka biji itu akan tumbuh dalam tubuh kita. Nah, apakah cerita ini mengisahkan anak yang makan biji buah lalu tumbuhlah tanaman itu?
Ternyata...

Buku ini menceritakan tentang masalah kenakalan anak-anak seperti suka mencuri, berdusta, dan lain sebagainya yang dirasa sulit untuk diatasi. Dalam buku ini pengarang melukiskan bagaimana seorang anak melakukan kesalahan dan dihukum melalui mimpi-mimpi hingga akhirnya dia merasa jera untuk melakukan perbuatan-perbuatan tercela.

Nah, itulah sedikit nostalgia literasiku jama dulu. Terimakasih sudah mampir dan mau membaca. Sampai jumpa di kisah-kisah lainnya.

Bye😍

 

Komentar

Popular Posts

Pandai Mengukur, Lupa Bersyukur

Tak Apa Jika Pencapaian Kita Berbeda

Tak Mewah Tak Berarti Susah