Awal Ramadan kemarin, ada berita yang viral di sosmed, yaitu fenomena tarawih yang jamaah perempuannya kompak memakai mukena motif macan. Udah tau kan? Namun, ada satu jamaah yang berbeda, dia memakai warna hijau. Lalu, salah satu netizen ada yang berkomentar bahwa jamaah mukena hijau ini pasti nggak baca WA dan masih banyak komentar lainnya yang bikin ngekek dan juga gemes. hahaha.
Mungkin saja benar, si mukena hijau tidak membaca pengumuman dari komandan squad mukena macan, atau memang dia adalah sosok yang netral yang tidak masuk dalam lingkaran (cricle) pertemanan mukena macan tersebut, toh, di masjid memang semua umat muslim bebas beribadah di sana tanpa aturan atribut, dresscode atau seragam tertentu. Intinya di masjid ya tempat beribadah umat Islam, untuk lebih mendekatkan diri kepada Sang Ilahi, terlebih lagi ini bulan suci.
Ada sebuah kasus lagi, yang terjadi akhir-akhir ini yang membuat aku geli. Tentang keresahan seseorang (sebut saja A) pasca terlibat cekcok maya dengan temannya yang berakhir perang status di WA. Ending dari perkara ini adalah si temannya tadi dengan bangga mendeklarasikan bahwa temannya memang sengaja melakukan itu karena si A bukan circlenya. Jleb banget nggak tuh? Sehebat apa sih punya circle?
Lingkaran pertemanan, sebuah konsep yang selalu kita harapkan untuk menjadi tempat di mana kita diterima dan dihargai. Namun, terkadang, ketika kita menyadari bahwa lingkaran itu ternyata tidak sesuai dengan diri kita, atau bahkan lebih menyakitkan lagi, kita merasa diabaikan di dalamnya tentu akan menjadi lingkaran yang berbahaya.
Kebayang kan, gimana gak enaknya berada di pinggiran, di luar jangkauan keakraban dan rasa kebersamaan yang kita dambakan. Ibarat huruf "E" dalam kata "MIE", tidak dibaca, tidak dianggap. Nyeseekkk!
Mungkin kita berusaha untuk menyatu, namun tetap saja terasa seperti memaksakan diri ke dalam sebuah puzzle yang tidak sesuai dengan gaya hidup kita. Rasa tidak nyaman itu menghantui, membuat kita bertanya-tanya apakah kita pernah benar-benar diinginkan di sana.
Namun, dari kesedihan itu, terkadang kita menemukan keberanian untuk melepaskan diri dari lingkaran yang tidak menyambut kita dengan tulus. Kita mulai menyadari bahwa nilai sejati pertemanan bukanlah tentang seberapa banyak orang yang kita kenal, melainkan seberapa dalam dan bermakna hubungan yang kita bangun. Dan kadang-kadang, meninggalkan lingkaran yang tidak menyenangkan adalah langkah pertama menuju pertemanan yang lebih membahagiakan.
Awalnya, kita mungkin merasa tergoda oleh kehangatan dan keakraban yang terlihat dari kejauhan. Namun, seiring waktu berlalu, kita mulai menyadari bahwa kita tidak selaras dengan dinamika kelompok tersebut. Mungkin minat, nilai, atau bahkan tujuan hidup kita berbeda secara fundamental dengan teman-teman lainnya.
Perasaan menjadi penonton dalam kehidupan mereka semakin menguat ketika kita merasa diabaikan atau dikecualikan dari kegiatan dan percakapan. Kita mungkin mencoba untuk bergabung atau berkontribusi, tetapi seringkali usaha tersebut bertemu dengan dinding kehampaan sosial. Rasa tidak dihargai itu dapat membuat kita merasa terisolasi dan meragukan nilai diri.
Tetapi dari kesedihan itu, muncul pelajaran berharga. Kita mulai memahami bahwa kebahagiaan sejati tidak datang dari kepopuleran atau dari berada di dalam lingkaran yang salah. Sebaliknya, itu berasal dari hubungan yang mendalam, saling pengertian, dan keberadaan di tempat di mana kita benar-benar dihargai.
Mungkin langkah keluar dari lingkaran yang tidak menyenangkan itu sulit, tapi dengan waktu, kita mulai melihatnya sebagai keputusan yang tepat. Kita menyadari bahwa hidup lebih baik dihabiskan bersama orang-orang yang menerima kita apa adanya, yang mendorong kita tumbuh dan berkembang, bukan yang membuat kita merasa terpinggirkan dan tidak berarti.
Jadi, kita mencari lingkaran pertemanan yang sesuai dengan kita, tempat di mana kita merasa seperti bagian dari sesuatu yang lebih besar. Kita belajar bahwa pertemanan sejati bukanlah tentang seberapa banyak orang yang kita kenal, melainkan tentang kualitas hubungan yang kita bangun. Dan pada akhirnya, kita menyadari bahwa keberanian untuk meninggalkan lingkaran yang tidak sesuai adalah langkah pertama menuju kebahagiaan dan pemenuhan yang sejati dalam kehidupan sosial kita.
Menemukan keberanian untuk melepaskan diri dari lingkaran
pertemanan yang tidak menyambut kita adalah proses yang mengharuskan kita untuk
menggali dalam-dalam dalam diri kita sendiri, mengenali nilai-nilai kita, dan
mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk meningkatkan kesejahteraan
emosional dan sosial kita.
Langkah pertama dalam proses ini adalah introspeksi. Kita
perlu menyelidiki perasaan-perasaan yang muncul ketika berinteraksi dengan
lingkaran pertemanan tersebut. Apakah kita merasa diabaikan, tidak dihargai,
atau bahkan merasa tidak nyaman dalam situasi-situasi tertentu? Memahami
perasaan-perasaan ini dapat memberi kita wawasan yang lebih dalam tentang
apakah lingkaran pertemanan tersebut benar-benar sehat bagi kita.
Selanjutnya, penting untuk mengevaluasi nilai-nilai dan
kebutuhan pribadi kita. Apakah lingkaran pertemanan tersebut sesuai dengan
nilai-nilai dan minat kita? Apakah kita merasa didukung dan dihargai atas
identitas dan keunikan kita? Jika tidak, kita mungkin perlu mengakui bahwa
lingkaran pertemanan tersebut tidak lagi cocok untuk kita.
Setelah kita memahami dan mengenali pentingnya meninggalkan
lingkaran pertemanan yang tidak sesuai, langkah selanjutnya adalah
mempersiapkan diri secara mental dan emosional untuk mengambil tindakan. Ini
bisa menjadi proses yang menantang, karena seringkali kita merasa terikat oleh
sejarah dan kenangan bersama dengan anggota lingkaran tersebut. Namun, penting
untuk mengingat bahwa prioritas utama adalah kebahagiaan kita sendiri.
Kita bisa mencari dukungan dari orang-orang
terpercaya di luar lingkaran pertemanan tersebut, seperti keluarga atau
teman-teman yang lebih dekat. Berbicara tentang perasaan dan keputusan kita
dengan mereka dapat memberikan perspektif yang berharga dan memberi kita
keberanian untuk melangkah maju.
Langkah terakhir adalah mengambil langkah konkret untuk
melepaskan diri dari lingkaran pertemanan yang tidak sesuai. Ini bisa berarti
secara bertahap membatasi interaksi dengan orang-orang dalam lingkaran tersebut,
mengikuti kegiatan atau kelompok baru yang lebih sesuai dengan minat dan nilai
kita, atau bahkan secara langsung mengungkapkan keputusan kita untuk mengakhiri
hubungan dengan sopan dan jujur.
Meskipun proses ini mungkin penuh dengan tantangan dan
ketidaknyamanan, menemukan keberanian untuk melepaskan diri dari lingkaran
pertemanan yang tidak mendukung kita adalah langkah penting untuk menciptakan
ruang bagi pertemanan yang lebih bermakna dan memuaskan dalam hidup kita. Dan
ketika kita akhirnya menemukan lingkaran pertemanan yang sesuai dengan kita,
kita akan merasakan kelegaan dan kebahagiaan yang jauh lebih besar daripada
rasa takut atau kekhawatiran yang kita rasakan selama proses pemisahan ini.
Oke, punya circle, silakan aja. Hanya saja jangan menutup orang lain untuk berteman. Iya percaya sih kalau memang tak semua orang tidak bisa dijadikan teman. Tapi bukan berarti kita bisa berbuat jahat kepada yang bukan teman kan? Bukankah berbuat baik, bersikap baik dan sopan kepada semua orang itu hal yang mulia?
Komentar
Posting Komentar