The Power of Qadarullah: Belajar Tenang Saat Takdir Tidak Sejalan Harapan

Rasa iri adalah emosi yang tak terhindarkan dalam kehidupan manusia. Dalam berbagai kesempatan, kita sering mendapati diri menginginkan apa yang dimiliki orang lain—entah itu pencapaian, harta, hubungan, atau bahkan keberuntungan kecil. Meski wajar, rasa iri yang dibiarkan berkembang tanpa kendali dapat merusak kedamaian hati dan hubungan sosial. Dalam tulisan ini, aku akan mengupas sedikit perihal akar penyebab rasa iri, dampaknya, dan bagaimana cara mengatasinya untuk mencapai ketenangan hidup.
Rasa iri sering kali berasal dari kecenderungan manusia untuk membandingkan dirinya dengan orang lain. Perbandingan ini semakin intensif di era media sosial, di mana kita terus-menerus disuguhi kehidupan “sempurna” yang dipamerkan orang lain. Namun, akar dari rasa iri bukan hanya perbandingan sosial. Ada beberapa penyebab mendasarnya:
Jika tidak dikelola, rasa iri dapat merugikan diri sendiri dan hubungan sosial. Emosi ini bisa memicu perasaan rendah diri, kecemasan, bahkan permusuhan terhadap orang yang tidak bersalah. Selain itu, iri yang berlarut-larut bisa menghalangi kita untuk bersyukur, mencintai diri sendiri, dan berfokus pada pertumbuhan pribadi.
Mengelola rasa iri membutuhkan kesadaran, upaya, dan kesabaran. Berikut langkah-langkah yang bisa membantu:
Rasa iri adalah emosi alami yang bisa menjadi penghambat atau pendorong, tergantung bagaimana kita menghadapinya. Dengan melatih rasa syukur, fokus pada diri sendiri, dan mengubah iri menjadi motivasi, kita bisa membebaskan hati dari rasa berat dan mencapai ketenangan. Ingatlah, hidup bukan tentang memiliki lebih banyak, melainkan tentang menghargai dan memaksimalkan apa yang sudah ada. Terakhir ada satu kalimat penutup yang sangat mencerahkan:
“Sungguh, jika kamu bersyukur, Aku akan menambah (nikmat) kepadamu.” (QS. Ibrahim: 7)
Komentar
Posting Komentar