The Power of Qadarullah: Belajar Tenang Saat Takdir Tidak Sejalan Harapan

Gambar
  Aku pernah merasa jengkel, kecewa, bahkan ingin marah ketika sesuatu tidak berjalan sesuai dengan keinginanku. Rasanya seperti semua usaha dan harapan dipatahkan dalam sekejap. Saat itu, aku merasa punya cukup alasan untuk mengeluh. Tapi di tengah kemarahan yang hampir meluap, ada seseorang yang berkata  "Qadarullah." Tak lebih. Hanya satu kata itu. Tapi hatiku seperti dicegah untuk meledak. Langsung nyesss. Seperti ada kekuatan yang tidak terlihat dari kata itu. Menenangkan. Menahan. Bahkan menyadarkanku. Sejak saat itu, aku mulai memahami: Qadarullah bukan sekadar ucapan. Ia adalah bentuk kepasrahan yang paling elegan kepada Allah. Ia adalah jembatan antara usaha dan ridha. Ia adalah pengakuan bahwa kita ini hamba—yang tak tahu rencana utuh dari Sang Pengatur. Belajar Menerima Takdir Kalimat Qadarullah, wa maa syaa-a fa‘al berarti, "Ini adalah takdir Allah, dan apa yang Dia kehendaki pasti terjadi." Kalimat ini bukan untuk orang yang lemah, justru untuk me...

[CERPEN] Gara-Gara Bopo (Bagian 2)


Cerita Sebelumnya

“Nak, kamu kenapa kok wajahnya kayak gak pernah disetrika?”

“Akung, apaan sih. Emang baju?”

“Iya, kusut.” Kakeknya terkekeh, sementara Sachi masih tetap dengan ekspresi semula.

“Aku nggak jadi melakukan riset gara-gara terlambat ketemu bosnya si pemilik restoran, Kung. Orangnya galak, judes kaya harimau yang siap menerkam mangsanya.

“Maaf, pasti gara-gara jemput Akung ya, kamu jadi kehilangan kesempatan tugas pentingmu.”

“Ya, nggak gitu, Kung. Bagiku Akung juga penting,” Sachi lalu memeluk kakeknya. Kakeknya yang selalu disebut akung itu tersenyum tulus dan membalas pelukan cucu semata wayangnya. Sudah hampir 3 tahun dia tidak mendapatkan pelukan seperti ini, terakhir mereka berpelukan saat melepaskan kepergiannya untuk melanjutkan kuliah di Yogya.

“Apa yang bisa kakek perbuat untuk membantu tugas akhirmu ini, Nak?”

Sachi hanya menggelengkan kepala dia juga bingung.

“Kalau narasumber kamu susah diajak kerja sama ganti tempat penelitian saja.” Saran Kakek Sachi ada benarnya, hanya saja, gadis berpipi cubby itu masih ragu jika harus ganti objek penelitian maka harus ganti judul lagi. Ini hal yang sulit, mengingat bahwa dosen pembimbingnya sudah terlanjur menyetujui dan berharap banyak pada hasilnya nanti.

“Pengaruh bubur kelor dalam menunjang kesadaran masyarakat agar rajin mengkonsumsi sayuran ini sangat prospekting, Sachi. Kamu harus menyelesaikan penelitian ini dengan sempurna. Bapak sangat berharap kamu dapat memberikan hasil terbaik untuk jurusan kita nanti,” ucapan Pak Bisma, dosen pembimbingnya selalu terpatri dalam pikiran Sachi.

                          ***

Hari telah berganti, Sachi kembali mengemasi barang-barangnya. Disapukan semua pandagannya ke arah sudut kamar, memastikan tak ada barang penting yang tertinggal, lalu bersiap menghubungi Raka. Berharap ada sebuah keajaiban sehingga Jojo mau ditemui.

“Mau kemana, Nak?” tanya Akung saat Sachi keluar dari kamarnya.

“Melanjutkan penelitian, Kung.”

“Perlu, Akung temani?”

Sachi menggeleng cepat. Dia tidak mau kakeknya ini terlibat dalam permasalahannya.

“Segera hubungi Akung, ya kalau butuh sesuatu. Dan jangan lupa ke sini lagi.”

Setelah berpamitan, Sachi pergi meninggalkan rumah penginapan yang telah disewa akungnya selama sepekan.

“Mas Jojo bisa ditemui jam empat sore nanti. Jangan sampai terlambat lagi.” Pesan WhatsApp dari Raka membinarkan mata Sachi.  

BERSAMBUNG


Komentar

Popular Posts

Tak Mewah Tak Berarti Susah

Ghibah: Antara Obrolan Sehari-hari dan Kebiasaan yang Dinormalisasi

Ketika Tren Ramadan dan Lebaran Menjadi Bumerang