The Power of Qadarullah: Belajar Tenang Saat Takdir Tidak Sejalan Harapan

Gambar
  Aku pernah merasa jengkel, kecewa, bahkan ingin marah ketika sesuatu tidak berjalan sesuai dengan keinginanku. Rasanya seperti semua usaha dan harapan dipatahkan dalam sekejap. Saat itu, aku merasa punya cukup alasan untuk mengeluh. Tapi di tengah kemarahan yang hampir meluap, ada seseorang yang berkata  "Qadarullah." Tak lebih. Hanya satu kata itu. Tapi hatiku seperti dicegah untuk meledak. Langsung nyesss. Seperti ada kekuatan yang tidak terlihat dari kata itu. Menenangkan. Menahan. Bahkan menyadarkanku. Sejak saat itu, aku mulai memahami: Qadarullah bukan sekadar ucapan. Ia adalah bentuk kepasrahan yang paling elegan kepada Allah. Ia adalah jembatan antara usaha dan ridha. Ia adalah pengakuan bahwa kita ini hamba—yang tak tahu rencana utuh dari Sang Pengatur. Belajar Menerima Takdir Kalimat Qadarullah, wa maa syaa-a fa‘al berarti, "Ini adalah takdir Allah, dan apa yang Dia kehendaki pasti terjadi." Kalimat ini bukan untuk orang yang lemah, justru untuk me...

Bekal Makanan Sehat Ala Aku


Hari ini ada agenda makan bersama di sekolah si dia. Sebelumnya bu guru sudah memberitahukan bahwa anak-anak disuruh membawa bekal makanan sehat, dan akan dibagi-bagi ke temen-temennya.

Hari sebelumnya, saat dapat info itu, aku berdiskusi dengannya.
"Besok mau bawa makanan apa, Sal?" tanyaku.
"Terserah ibuk aja, aku ngikut ibuk," jawabnya.
"Kalau ubi kukus gimana?" tanyaku lagi
"Oke," jawabnya singkat kemudian aku mulai hunting di warung-warung.

Oke, ubi sudah dapat, dan pagi tadi 2 buah ubi dengan ukuran lumayan besar kukupas dengan penuh ketulusan. Kupotong-potong dengan kekuatan ekstra, lalu kukukus dengan seksama.

Setelah dingin kumasukkan ke wadah bekal dan berangkatlah sekolah dengan riang. Tapi keriangan itu tak dirasa saat waktu pulang tiba. Saat melihat dia meletakkan wadah bekal yang kusiapkan tadi pagi, aku auto ngecek lagi. Dan, amazing, barisan potongan ubi tampak masih tertata sama seperti tadi pagi.

"Ibuk, tadi temen-temenku gak mau makan snack bawaanku," ucapnya sambil bergelayutan dibahuku.
"Aku malu, temen-temen pada ngatain aku,"
"Ngatain gmn?"
"ihh kasihan gak ada yang makan snacknya Salman," ucapnya sambil sedikit berlinang air mata. Lalu dia memelukku. Aku tak berucap banyak. Hanya bisa menenangkannya dengan balasan pelukan yang hangat.

Iya, tahu sih memang anak zaman sekarang mana ada yang doyan ubi 😀
Atau mungkin aku yang kurang kreatif? harusnya dibentuk dalam variasi yang berbeda. Mungkin dibuat bola-bola ubi, timus, atau lainnya.

Tapi kembali lagi ke judul awal, "makanan sehat" kalau dibuat variasi lain nanti jadi kurang sehat. Karena tidak original.

Lalu aku kembali membuka HP, di grup kelas bu guru membagikan dokumentasi kegiatan makan bersama tadi. Rupanya semua bekal yang dibawa siswa dikumpulin di tengah dan masing dari mereka ambil sesuai selera. kebanyakan dari mereka membawa aneka jajanan seperti donat, nuget, sosis, dimsum, jasuke, mie dan semacamnya.

Ohh ya pantas sih, ubi Salman gak laku 😂. Kayaknya yang dimaksud makanan sehat itu pokoknya bukan snack yang ciki-ciki, iya gak sih? atau gimana? tanya mbah google aja kali ya🤭

Terakhir, aku tanya ke dia, "Kalau di depanmu ada sosis dan ubi, kamu pilih mana?"
"Ya pilih ubi, kan buatan ibukku tersayang,"
Dan kami pun tertawa bersama 😂

Finally, terimakasih udah mampir dan membaca celoteh receh ini.

Mohon maaf kalau pas klik di awal harapannya akan ada tips membuat makanan sehat, eh ternyata judul dan isi tak sesuai ekspektasi.🤭😀

Meski hanya untaian cerita, semoga tetap memberi makna.🤗

Sekali lagi, matur nuwun sudah mampir🙏


Komentar

Popular Posts

Tak Mewah Tak Berarti Susah

Ghibah: Antara Obrolan Sehari-hari dan Kebiasaan yang Dinormalisasi

Ketika Tren Ramadan dan Lebaran Menjadi Bumerang