Tidak Mengurusi Perpustakaan, Katanya.

Gambar
Sebagai pustakawan, aku sangat percaya bahwa perpustakaan adalah jantung dari sebuah ekosistem literasi di sekolah. Bukan hanya sekadar tempat menyimpan buku, perpustakaan adalah ruang hidup, tempat tumbuhnya gagasan, kreativitas, dan kecerdasan para siswa. Maka, wajar jika aku berharap semua elemen sekolah, terutama para guru, memiliki perhatian yang besar terhadapnya. Namun, suatu hari aku berbincang dengan seorang teman—seorang guru yang kukagumi karena kompetensinya yang luar biasa. Dia adalah figur yang dikenal sebagai guru penggerak, sosok yang sering digadang-gadang sebagai inspirasi dalam memajukan pendidikan. Dengan penuh rasa ingin tahu, aku bertanya kepadanya tentang perpustakaan di sekolahnya. Namun, alih-alih mendapat jawaban yang bersemangat atau refleksi mendalam, dia malah berkata dengan santai, “Bagaimana apanya? Aku tidak mengurusi perpustakaan.” Jawaban itu membuatku tercekat. Aku tidak tahu apa yang lebih menohok—apakah nada seolah-olah perpustakaan itu tidak pentin...

Bekal Makanan Sehat Ala Aku


Hari ini ada agenda makan bersama di sekolah si dia. Sebelumnya bu guru sudah memberitahukan bahwa anak-anak disuruh membawa bekal makanan sehat, dan akan dibagi-bagi ke temen-temennya.

Hari sebelumnya, saat dapat info itu, aku berdiskusi dengannya.
"Besok mau bawa makanan apa, Sal?" tanyaku.
"Terserah ibuk aja, aku ngikut ibuk," jawabnya.
"Kalau ubi kukus gimana?" tanyaku lagi
"Oke," jawabnya singkat kemudian aku mulai hunting di warung-warung.

Oke, ubi sudah dapat, dan pagi tadi 2 buah ubi dengan ukuran lumayan besar kukupas dengan penuh ketulusan. Kupotong-potong dengan kekuatan ekstra, lalu kukukus dengan seksama.

Setelah dingin kumasukkan ke wadah bekal dan berangkatlah sekolah dengan riang. Tapi keriangan itu tak dirasa saat waktu pulang tiba. Saat melihat dia meletakkan wadah bekal yang kusiapkan tadi pagi, aku auto ngecek lagi. Dan, amazing, barisan potongan ubi tampak masih tertata sama seperti tadi pagi.

"Ibuk, tadi temen-temenku gak mau makan snack bawaanku," ucapnya sambil bergelayutan dibahuku.
"Aku malu, temen-temen pada ngatain aku,"
"Ngatain gmn?"
"ihh kasihan gak ada yang makan snacknya Salman," ucapnya sambil sedikit berlinang air mata. Lalu dia memelukku. Aku tak berucap banyak. Hanya bisa menenangkannya dengan balasan pelukan yang hangat.

Iya, tahu sih memang anak zaman sekarang mana ada yang doyan ubi 😀
Atau mungkin aku yang kurang kreatif? harusnya dibentuk dalam variasi yang berbeda. Mungkin dibuat bola-bola ubi, timus, atau lainnya.

Tapi kembali lagi ke judul awal, "makanan sehat" kalau dibuat variasi lain nanti jadi kurang sehat. Karena tidak original.

Lalu aku kembali membuka HP, di grup kelas bu guru membagikan dokumentasi kegiatan makan bersama tadi. Rupanya semua bekal yang dibawa siswa dikumpulin di tengah dan masing dari mereka ambil sesuai selera. kebanyakan dari mereka membawa aneka jajanan seperti donat, nuget, sosis, dimsum, jasuke, mie dan semacamnya.

Ohh ya pantas sih, ubi Salman gak laku 😂. Kayaknya yang dimaksud makanan sehat itu pokoknya bukan snack yang ciki-ciki, iya gak sih? atau gimana? tanya mbah google aja kali ya🤭

Terakhir, aku tanya ke dia, "Kalau di depanmu ada sosis dan ubi, kamu pilih mana?"
"Ya pilih ubi, kan buatan ibukku tersayang,"
Dan kami pun tertawa bersama 😂

Finally, terimakasih udah mampir dan membaca celoteh receh ini.

Mohon maaf kalau pas klik di awal harapannya akan ada tips membuat makanan sehat, eh ternyata judul dan isi tak sesuai ekspektasi.🤭😀

Meski hanya untaian cerita, semoga tetap memberi makna.🤗

Sekali lagi, matur nuwun sudah mampir🙏


Komentar

Popular Posts

Pandai Mengukur, Lupa Bersyukur

Tak Apa Jika Pencapaian Kita Berbeda

Tak Mewah Tak Berarti Susah