Postingan

Tidak Mengurusi Perpustakaan, Katanya.

Gambar
Sebagai pustakawan, aku sangat percaya bahwa perpustakaan adalah jantung dari sebuah ekosistem literasi di sekolah. Bukan hanya sekadar tempat menyimpan buku, perpustakaan adalah ruang hidup, tempat tumbuhnya gagasan, kreativitas, dan kecerdasan para siswa. Maka, wajar jika aku berharap semua elemen sekolah, terutama para guru, memiliki perhatian yang besar terhadapnya. Namun, suatu hari aku berbincang dengan seorang teman—seorang guru yang kukagumi karena kompetensinya yang luar biasa. Dia adalah figur yang dikenal sebagai guru penggerak, sosok yang sering digadang-gadang sebagai inspirasi dalam memajukan pendidikan. Dengan penuh rasa ingin tahu, aku bertanya kepadanya tentang perpustakaan di sekolahnya. Namun, alih-alih mendapat jawaban yang bersemangat atau refleksi mendalam, dia malah berkata dengan santai, “Bagaimana apanya? Aku tidak mengurusi perpustakaan.” Jawaban itu membuatku tercekat. Aku tidak tahu apa yang lebih menohok—apakah nada seolah-olah perpustakaan itu tidak pentin...

Tak Apa Jika Pencapaian Kita Berbeda

Gambar
Moment lebaran, saat yang tepat untuk saling bersilaturahmi. Bisa bertemu dengan sanak keluarga tentu mengundang bahagia. Namun, sayang, ada beberapa orang yang menghindari moment tersebut. Ketika kebanyakan orang gembira menyambut kemenangan, tetap ada saja yang tidak seantusias itu menghadapi lebaran, malah cenderung sedih. Salah satu sebabnya ialah tentang satu kata yang bisa menjadi momok yang terkadang terselip dalam sebuah obrolan keluarga, yaitu pertanyaan yang diawali dengan "Kapan?" "Kapan lulus?" "Kapan kerja?" "Kapan nikah?" "Kapan punya anak?" "Kapan belum ada adiknya lagi?" (ehmmm kalau pertanyaan yang ini sering kudapati xixixixi)   dan masih ada kapan-kapan lainnya yang tak semua orang bisa menjawab ketika pertanyaan itu terlontar. Lantas apakah itu menjadi alasan untuk tidak bersilaturahmi? Sementara menjaga silaturahmi adalah hal mulia yang dianjurkan oleh agama.  Tak bisa dipungkiri, saat berkumpu...

Tak Apa Jika Kamu Bukan Circle-nya

Gambar
Awal Ramadan kemarin, ada berita yang viral di sosmed, yaitu fenomena tarawih yang jamaah perempuannya kompak memakai mukena motif macan. Udah tau kan? Namun, ada satu jamaah yang berbeda, dia memakai warna hijau. Lalu, salah satu netizen ada yang berkomentar bahwa jamaah mukena hijau ini pasti nggak baca WA dan masih banyak komentar lainnya yang bikin ngekek dan juga gemes. hahaha. Mungkin saja benar, si mukena hijau tidak membaca pengumuman dari komandan squad mukena macan, atau memang dia adalah sosok yang netral yang tidak masuk dalam lingkaran (cricle) pertemanan mukena macan tersebut, toh, di masjid memang semua umat muslim bebas beribadah di sana tanpa aturan atribut, dresscode atau seragam tertentu. Intinya di masjid ya tempat beribadah umat Islam, untuk lebih mendekatkan diri kepada Sang Ilahi, terlebih lagi ini bulan suci. Ada sebuah kasus lagi, yang terjadi akhir-akhir ini yang membuat aku geli. Tentang keresahan seseorang (sebut saja A) pasca terlibat cekcok maya dengan te...

Pusaran Arus Negatif

Gambar
"Eh, sebel deh, aku gak suka ama sikap si X itu, dia sok cantik, sok pinter, sok suci, eh pelit senyum lagi, malesin banget," Jika kalimat itu terdengar oleh diriku yang belum mengenal si X sama sekali, biasanya aku akan menganggap bahwa karakter si X itu emang nyebelin, dan branding si X sok cantik itu bisa terpatri dalam mindset aku. Ehmmmmm ini nih bisa masuk dalam pusaran arus negatif. Bahaya ngga sih? Mari kita ulas. Dalam kehidupan sehari-hari, kita seringkali terjebak dalam aliran pemikiran negatif yang menghasilkan prasangka buruk terhadap orang lain. S aat kita ngomongin keburukan orang maka kita akan tesedot dalam arus negatif sehingga mindset kita sudah terlanjur buruk terhadap orang yang disebutkan tadi padahal kita belum mengenal lebih dalam. Pemikiran-pemikiran ini dapat muncul dari pengalaman pribadi yang tidak menyenangkan, pengaruh lingkungan sekitar, atau bahkan dari kondisi emosional dan psikologis yang tidak stabil. Misalnya, contoh di atas. Atau kita mung...

Berhenti Mengikuti

Gambar
Ada seorang kerabat (bukan artis/selebgram) yang berpendapat, bahwa dia merasa insecure ketika jumlah pengikutnya lebih sedikit daripada jumlah yang diikuti. Lalu karena sedikit terpengaruh, aku mencoba memfilter lagi, akun mana yang perlu aku unfollow agar tidak terlihat timpang antara yang mengikuti dan pengikut. Selain menganut paham kerabatku tadi, aku juga merasakan dampak yang kurang bermanfaat ketika melihat sebuah postingan orang-orang yang tak kukenal, atau yang tak berfaedah bagi diriku. Terlebih akun-akun artis. Mengikutinya hanya membuatku seakan gila dengan kemewahan dunia, sehingga bawaannya baper, lupa bersyukur dan berujung sensi tingkat tinggi.  Jadi, untuk menjaga kewarasan ini, maaf, aku berhenti mengikuti. Siapa sih yang gak punya akun sosial media? Ehmm aku rasa mayoritas manusia di bumi ini memilikinya. Bahkan yang belum mencapai batas umur minimal ada sudah ada yang punya. Di era seperti saat ini, media sosial telah menjadi bagian dari kehidupan sehari-ha...

Insecure Ketika Memberi

Gambar
Pernah nggak kepikiran kayak gini, "Kalau aku ngasih ini nanti dia terima ngga ya?" Trus ketika ada tamu, "Apakah yang kuhidangkan itu selevel ama lifestyle/selera dia?"  Sementara, menjamu dan memuliakan tamu adalah wajib bagi kaum muslim. Bukankah begitu? Lho kok Bisa? Ada beberapa faktor yang mungkin menyebabkan perasaan insecure saat memberi adalah: Perasaan tidak layak : Seseorang mungkin merasa tidak layak atau tidak cukup baik untuk memberikan sesuatu kepada orang lain. Ini bisa berasal dari rendahnya rasa percaya diri atau penghargaan diri yang rendah. Takut ditolak atau dinilai negatif : Takut ditolak atau takut mendapatkan tanggapan negatif dari penerima dapat menyebabkan ketidaknyamanan saat memberi. Seseorang mungkin khawatir bahwa apa yang mereka berikan tidak akan dihargai atau tidak memenuhi harapan orang lain. Perbandingan sosial : Perasaan insecure juga dapat timbul karena membandingkan diri dengan orang lain. Jika seseorang merasa bahwa...

Pandai Mengukur, Lupa Bersyukur

Gambar
“ Dan janganlah kamu iri hati terhadap karunia yang telah dilebihkan Allah kepada sebagian kamu atas sebagian yang lain. (Karena) bagi laki-laki ada bagian dari apa yang mereka usahakan, dan bagi perempuan (pun) ada bagian dari apa yang mereka usahakan. Mohonlah kepada Allah sebagian dari karunia-Nya. Sungguh, Allah Maha Mengetahui segala sesuatu. ” (QS An-Nisa [3]: 32) Jalan masing-masing manusia itu berbeda-beda. Wajar bukan jika kenikmatan yang didapatkan pun berbeda? Dari Abu Hurairah  radhiyallahu ‘anhu , Rasulullah  shallallahu ‘alaihi wa sallam  bersabda, انْظُرُوا إِلَى مَنْ أَسْفَلَ مِنْكُمْ وَلاَ تَنْظُرُوا إِلَى مَنْ هُوَ فَوْقَكُمْ فَهُوَ أَجْدَرُ أَنْ لاَ تَزْدَرُوا نِعْمَةَ اللَّهِ عَلَيْكُمْ “ Pandanglah orang yang berada di bawahmu (dalam masalah harta dan dunia) dan janganlah engkau pandang orang yang berada di atasmu (dalam masalah ini). Dengan demikian, hal itu akan membuatmu tidak meremehkan nikmat Allah padamu .” (HR. Muslim, no. 2963) Dal...