Tidak Mengurusi Perpustakaan, Katanya.

Gambar
Sebagai pustakawan, aku sangat percaya bahwa perpustakaan adalah jantung dari sebuah ekosistem literasi di sekolah. Bukan hanya sekadar tempat menyimpan buku, perpustakaan adalah ruang hidup, tempat tumbuhnya gagasan, kreativitas, dan kecerdasan para siswa. Maka, wajar jika aku berharap semua elemen sekolah, terutama para guru, memiliki perhatian yang besar terhadapnya. Namun, suatu hari aku berbincang dengan seorang teman—seorang guru yang kukagumi karena kompetensinya yang luar biasa. Dia adalah figur yang dikenal sebagai guru penggerak, sosok yang sering digadang-gadang sebagai inspirasi dalam memajukan pendidikan. Dengan penuh rasa ingin tahu, aku bertanya kepadanya tentang perpustakaan di sekolahnya. Namun, alih-alih mendapat jawaban yang bersemangat atau refleksi mendalam, dia malah berkata dengan santai, “Bagaimana apanya? Aku tidak mengurusi perpustakaan.” Jawaban itu membuatku tercekat. Aku tidak tahu apa yang lebih menohok—apakah nada seolah-olah perpustakaan itu tidak pentin...

Bersyukur Tidak Tergiur

Seorang wanita bertubuh gemoy datang menghampiri kami. Memberikan secarik kertas bergambar kompor listrik. Dia langsung menawari kami untuk mampir ke standnya sembari menyerahkan lagi sekumpulan kupon member dan kami disuruh memilih. Sembari ngomong cas cis cus, si mbak tadi mempersilakan untuk membuka kupon yang telah kami pilih. Dan saat dibuka, waw, si embak terpana melihat sejumlah angka yang tertera. Takjub dan histerisnya melebihi ekspektasi. Sementara kami hanya senyum kalem dan biasa saja.
"Ibu hoki banget, tadi malam mimpi apa? Ini berkat suami ibu yang milihin. Ini langka banget lho buk, ibu beruntung banget." Dia lalu menyalami aku yang masih gaje. Jujur aku gak sebahagia si embak tadi. Ada firasat ga enak di endingnya nanti.
Masih dengan nuansa semringah si embak itu menunjukkan rekap nota-nota hasil penjualan kompor listrik yang katanya harganya 4juta sekian sekian, (jujur aku lupa berapa tepatnya, wkwkkw)

Jadi dengan voucher 1 juta rupiah yang tertera di kupon itu bisa kami pakai untuk membeli kompor tersebut, sehingga harganya bisa lebih ekonomis. Tak sampai di situ, ternyata di samping voucher tadi terselip kertas kecil. Pas dibuka, si embak lebih heboh lagi. Ekspresi melongo dia bak wanita lajang yang tiba-tiba dipinang lelaki tampan. Owhhh...dan aku masih biasa aja saat membaca tulisan "super vip".

"Gak percaya, sumpah, ini langka banget. Ibu tahu gak, dari seribu kupon itu kita hanya nyediain 3 bonus super vip, dan ini kita pakai pas di PRJ kemarin, dan sekarang ibu bisa dapetin ini, lho. Ya ampun bu, ibu hoki banget sumpah."

Lalu dia dan tim nya langsung nyiapin 3 barang seperti yang ada di foto ini
Katanya, kami akan dapat kompor listrik ditambah panci set, pisau set. Si embak pun langsung coret-coret di kertas menghitung total harga yang sebenarnya dan harga baru yang telah dipotong karena voucher special tadi.

Intinya, dari 4 juta sekian-sekian tadi, kami hanya disuruh bayar, 1 juta bla bla. Tapi lagi-lagi aku sendiri tak ada minat. Mon maap bukannya sok kaya, tapi panci, teplon dan sejenisnya, pisau set macam itu aku dah punya. Haha. 

Cerita sebenernya masih panjang, si embak masih ngasih iming-iming, kalau bayar pakai aplikasi ini itu, pada saat itu juga akan dapat lagi bonus panci presto (tidak kefoto). 

"Ibu bisa bayar berapa aja dulu, baru sisanya cash atau dibayar tempo, kita promonya sampai bulan desember kok, masa ibuk ga ada uang,"

Selalu setiap kami menjawab, si embak ngasih solusi yang intinya kami harus ambil promo ini.

Muter-muter terus dialognya, sampai akhirnya, harus kita akhiri.

"Saya ambil vouchernya aja mb, masih sampai bulan Desember kan, besok kalau saya butuh saya ke sini lagi aja."
"Ibu, ini kesempatan langka lho, dan ibu ga ambil itu rugi besar!"

Aku menangkap sebuah kekecewaan tapi biarlah. Itu memang resiko profesinya, sementara diriku, aku susah payah menahan godaan yang tengah berlangsung hampir 1 jam itu. Dan aku bersyukur, akhirnya tidak tergiur. 

Kalau ngomonging soal kesempatan yang gak akan datang dua kali, ya gapapa kulewatkan aja. Toh, saat ini barang-barang itu bukan prioritas bagi kami. Meski pernah denger sih kabar gas elpiji yang bakal naik dan langka, kompor listrik macam ini pasti akan sangat berarti. Tapi, ah biar ah, itu pikir nanti. 

So, sampai di sini celotehku hari ini, terimakasih sudah mau mampir🙏😘

Komentar

Posting Komentar

Popular Posts

Pandai Mengukur, Lupa Bersyukur

Tak Apa Jika Pencapaian Kita Berbeda

Tak Mewah Tak Berarti Susah