Postingan

Tidak Mengurusi Perpustakaan, Katanya.

Gambar
Sebagai pustakawan, aku sangat percaya bahwa perpustakaan adalah jantung dari sebuah ekosistem literasi di sekolah. Bukan hanya sekadar tempat menyimpan buku, perpustakaan adalah ruang hidup, tempat tumbuhnya gagasan, kreativitas, dan kecerdasan para siswa. Maka, wajar jika aku berharap semua elemen sekolah, terutama para guru, memiliki perhatian yang besar terhadapnya. Namun, suatu hari aku berbincang dengan seorang teman—seorang guru yang kukagumi karena kompetensinya yang luar biasa. Dia adalah figur yang dikenal sebagai guru penggerak, sosok yang sering digadang-gadang sebagai inspirasi dalam memajukan pendidikan. Dengan penuh rasa ingin tahu, aku bertanya kepadanya tentang perpustakaan di sekolahnya. Namun, alih-alih mendapat jawaban yang bersemangat atau refleksi mendalam, dia malah berkata dengan santai, “Bagaimana apanya? Aku tidak mengurusi perpustakaan.” Jawaban itu membuatku tercekat. Aku tidak tahu apa yang lebih menohok—apakah nada seolah-olah perpustakaan itu tidak pentin...

Sembilan Tahun Lamanya

Gambar
Siang itu ketika aku ditanya oleh beberapa rekan tentang sertifikat profesi, background pendidikan, dan masa kerja, mereka terpukau saat aku menjawab sudah bekerja di tempat sebelumnya selama kurang lebih 9 tahun.  Memang tidak banyak yang tahu asal usulku, track recordeku (apaan tuh), semenjak kepindahan ini. Ehmm oke, aku memang belum mengukir banyak prestasi. Aku masih merasa perlu banyak lagi belajar meski sudah bisa dikatakan "lama" dalam menjalani profesi ini.  Eh profesi apa sih?? Sekarang aku mau cerita. Dan, spoiler aja, cerita ini insya Allah akan menjadi buku antologi. Aamiiiin. Bagiku berkunjung ke perpustakaan itu seru. Memilih-milih buku, menelusuri barisan judul-judul pada setiap rak, membuka lembaran-lembaran yang berwarna-warni, oh sangat menyenangkan. Apalagi saat menemukan buku cerita yang menarik, aku tak sabar ingin meminjamnya. Terselip rasa bangga dan puas jika bisa meminjam dan mengembalikan buku di perpustakaan . B isa membaca aneka buku...

Fokus Saja pada Rumputmu

Gambar
Rumput tentangga lebih hijau. Pernah denger kan ungkapan seperti itu? Malah ga cuma rumput, halaman tetangga lebih luas, rumah lebih gede, properti lebih lengkap, kerjaan lebih perlente. Apalagi?? Hehhe. Sebenernya draft tulisan ini udah lama bersarang dan tak kunjung dieksekusi sampai akhirnya hari ini akan kupublikasi. Bahkan sampai tulisan ini diselesaikan pun aku udah pindah tempat tinggal dan tak bisa lagi setiap hari memandangi rumput yang ada di gambar tersebut. Yaps, kurang lebih dua tahun yang lalu aku menangkap gambar itu. Sebuah landscap taman depan rumah kami yang sepintar terlihat "jembrung". Rumput liar yang tumbuh begitu subur, tampak merusak keindahan. Bagi mata yang memandang mungkin sepintas akan berkomentar, "sik duwe omah keset!" Wkwkwkwkw. Aku memang males "mbubuti suket". Yang paling rajin ngurus rumput ya mbah kakung, beliau memakai semprotan pembasmi rumput yang sekali semprot bikin para rumput klepek2, layu, trus menger...

Unboxing Masalah dan Solusi

Gambar
Malam itu hujan rintik-rintik, ada seruan "Pakeeeeetttt!", dengan nada yang khas, tau lah ya.😀  Aku sedikit terperanjat dan buru-buru mengambil jilbab lalu kutemui "Mas-Mas" bermantel oranye itu. Terkadang aku suka lupa, ini paket apa ya? Karena memang selama di sini aku lebih suka belanja via online, terlebih e-commerce yang sering ditawarkan ama mas Al dan mb Andine itu😀 Belanja online itu lebih praktis dan lebih hemat sih menurutku. Apalagi di sini yang jalanannya macet ga ketulungan. Bikin males pegi-pegi kalau gak penting buanget. Padahal bukan di pusat kota aja dah "amazing" suasana jalannya.  Selain itu, belanja online mah gak usah pakai mandi dulu, dandan dulu, dan tetek bengeknya, 'kan ya tinggal nunul HP aja. Barang-barang yang gak urgent banget buat dipakai memang belanja online solusinya. Ehmm ngomong-ngomong soal solusi. Aku mau cerita dikit soal barang pesanan yang baru kupesan ini. Oh ya jadi kemarin aku beli folding desktop phone sta...

Mengikhlaskan Kehilangan

Gambar
Entah bagaimana cara menggambarkan perasaanku waktu itu. Pagi hari saat melintasi gerbang sekolah, aku melihat seonggok barang yang dipajang di meja depan pos satpam. Sepontan aku mendekatinya, lalu bertanya pada petugas jaga perihal identitas barang tersebut. Tentu dia tak mengetahuinya, dan itu yang kuharapkan, karena barang itu memang milikku yang telah hilang seminggu yang lalu. Tentu aku girang bukan kepalang melihat sebuah tas jinjing yang begitu familiar. Di dalam berisi lunchbox, dan botol minum bermerk yang membernya sudah di mana-mana. Tau lah ya ga usah aku sebutkan merk-nya😀 Tentang hilangnya lunchbox ini, kisahnya berawal ketika aku mau berangkat sekolah dan benda itu ternyata tak ada di rumah. Kupikir tertinggal di sekolah, nyatanya, di ruangan kantor pun tak ada. Kutelusuri seantero lorong yang pernah kulalui, kutanya orang-orang yang kutemui, nihil. Seharian itu hatiku berkecamuk. Memikirkan keberadaan benda yang tak berharga. Lebay banget, ya? Emberrr. Sec...

Nikmati Proses, Kurangi Protes

Gambar
Bulan ini masih bernuansa kemerdekaan kan ya. Betewe tema kemerdekaan tahun ini cucok banget utk diriku. Tangguh dan tumbuh.  Sudah lama rasanya bumi kita prihatin atas musibah yang menimba. Oh corona. Oh iya ngomong-ngomong aku belum pernah mengulas tentang corona di blog ini. Padahal sudah hampir 2 tahun kita menghadapinya. Ahh ini aku yang keterlaluan terlena sampai lupa menuliskannya, atau memang aku tak mau membahas itu??  Ehmm...memang sih adanya corona ini menuai banyak pemahaman. Oke, tapi aku gak mah bahas soal banyaknya pemahaman itu. Hanya saja aku mau mengulas soal pendapatku saja, meskipun pendapatku pasti ada yang gak setuju. Eh ngomong-ngomong tentang "ketidak setujuan", bukan cuma soal corona, kadang pemikiran yang lain, ada juga yang menentang. Yaahh namanya juga hidup di dunia. Ada banyak manusia, ada banyak akal dan pikiran mereka ya wajar saja. Aku toh juga gak mungkin bisa menjadi apa yang mereka mau kan ya. Yang mungkin bisa dilakukan ialah ...

Kisah Rudi dan Hakikat Hidup Ini

Gambar
Rudi adalah seekor kuda yang tinggal di istal bersama teman-temannya. Mereka membantu anak-anak yang mau belajar naik kuda. Hanya saja, Rudi jarang diminati oleh anak-anak. Hal itu membuatnya sedih. Rudi merasa dirinya tidak sekeren teman-temannya karena tidak memiliki surai yang indah. Meski sudah disampo, disikat keras-keras, tetapi surainya tetap lepek. Hingga suatu hari, ada seorang anak perempuan yang mendekatinya. Anak itu memilih dirinya. Anak itu menyukai Rudi, karena matanya. Kuda itu memiliki mata yang ramah. Akhirnya mereka bermain bersama dengan riang gembira. Semenjak itu, Rudi tak sedih lagi. Meski tak memiliki surai yang indah, tetapi dia bahagia dan merasa bangga dengan karena matanya yang ramah. **** Terkadang, kita seperti Rudi. Kita? Eh aku kali, kalian enggak. Hihi. Ya, terkadang kita terlalu fokus dengan apa yang menjadi ke"ngetren"an orang-orang pada umumnya. Tanpa peduli apa sih hakikat hidup ini. Sampai akhirnya tidak sadar bahwa kita seben...

Bermain Pesan

Gambar
Hai teman-teman. Terimakasih sudah berkunjung ke blog ku ini. Seneng sekali masih diberi kesempatan bisa nulis lagi. Yaaa... Masih ikhtiar untuk tetel istiqomah nih. Hihi. Eh iya, masih inget gak, dulu pas sekolah kalian pasti suka bermain pesan gitu sama teman sebangku atau teman seberang meja. Iya gak? Itu lho, yang surat-suratan gitu, trus main lempar kertas kalau jaraknya jauh. Kalau deket yang cuma modal buku tulis bagian belakang yang dijadikan media dialog, lalu disodorkan ke teman biar dibaca lalu nunggu balasan.  Metode ini biasanya dilakukan saat guru menyampaikan pelajaran secara monoton. Jadi bosen melanda, mau ngajak ngobrol nanti kena tegur. Maka inilah cara mengusir kebosanna itu. Iya gak sih?? Tapi itu ceritaku dulu sih. Entah kalau anak-anak jaman sekarang. Mungkin cara ini udah jadul mengingat sdh ada smartphone yang bisa diandalkan. Oke, jadi kembali ke tema. Berawal dari sebual hal yang kualami akhir-akhir ini. Selama  mendampingi dia belajar di...