Tidak Mengurusi Perpustakaan, Katanya.

Gambar
Sebagai pustakawan, aku sangat percaya bahwa perpustakaan adalah jantung dari sebuah ekosistem literasi di sekolah. Bukan hanya sekadar tempat menyimpan buku, perpustakaan adalah ruang hidup, tempat tumbuhnya gagasan, kreativitas, dan kecerdasan para siswa. Maka, wajar jika aku berharap semua elemen sekolah, terutama para guru, memiliki perhatian yang besar terhadapnya. Namun, suatu hari aku berbincang dengan seorang teman—seorang guru yang kukagumi karena kompetensinya yang luar biasa. Dia adalah figur yang dikenal sebagai guru penggerak, sosok yang sering digadang-gadang sebagai inspirasi dalam memajukan pendidikan. Dengan penuh rasa ingin tahu, aku bertanya kepadanya tentang perpustakaan di sekolahnya. Namun, alih-alih mendapat jawaban yang bersemangat atau refleksi mendalam, dia malah berkata dengan santai, “Bagaimana apanya? Aku tidak mengurusi perpustakaan.” Jawaban itu membuatku tercekat. Aku tidak tahu apa yang lebih menohok—apakah nada seolah-olah perpustakaan itu tidak pentin...

Kisah Seorang Menteri dan Anjing Raja



Alkisah seorang Raja  memiliki 10 anjing ganas untuk menghukum siapa pun yang bersalah.

Jika sang Raja marah maka orang yang salah akan dilempar ke kandang agar dicabik oleh anjing-anjing ganas tersebut.

Suatu hari seorang Menteri membuat keputusan salah.  Raja pun murka, maka diperintahkanlah agar sang Menteri dimasukkan ke kandang anjing ganas tersebut. Menteri berusaha minta maaf pada Raja.

“Paduka, saya telah mengabdi padamu selama 10 tahun, akankah Paduka tega menghukumku begini?" 

Namun, Raja tidak menghiraukan permohonan itu. Lalu menteri itu pun tetap bersikeras memohon lagi, "Paduka, atas pengabdianku selama ini saya hanya minta waktu penundaan hukuman 10 hari saja.” Ada setitik belas kasihan, Sang Raja pun mengabulkan permintaan terakhirnya.

Sang Menteri bergegas menuju kandang anjing-anjing ganas tersebut lalu meminta izin kepada penjaga untuk menggantikannya mengurus anjing-anjing ganas itu dan memberinya makan selama 10 hari.

“Untuk apa?” tanya penjaga.

“Setelah 10 hari nanti engkau akan tahu,” jawab Menteri.

Sejak hari itulah sang Menteri memelihara, mendekati, memberi makan bahkan akhirnya bisa memandikan anjing-anjing ganas tersebut selama 10 hari hingga menjadi sangat jinak padanya.

Setelah sepuluh hari berlalu, tibalah waktu eksekusi. Sang Raja menyaksikan sendiri saat Menteri dimasukkan ke kandang anjing, tetapi Raja kaget saat melihat anjing-anjing ganas itu justru jinak padanya.

Maka dia bertanya apa yg telah dilakukan Menteri pada anjing-anjing ganas tersebut?

“Saya telah mengabdi pada anjing-anjing ganas ini selama 10 hari, dan mereka tidak melupakan jasaku," jawab Menteri.

Terharulah Raja, meleleh air matanya lalu dibebaskanlah sang Menteri dari hukuman dan dimaafkan.

(Diceritakan kembali dari berbagai sumber)


Teman-teman, kisah tadi mungkin hanya fiktif belaka. Tapi kejadian serupa pernah kulihat sendiri dari orang-orang di sekitarku yang begitu teganya memperlakukan orang semena-mena. Ya, penyebabnya hanyalah tidak kemampuannya mengendalikan emosi. Banyak dari mereka yang mudah mengingkari dan melupakan kebaikan-kebaikan yang diterima dari orang-orang terdekatnya, hanya karena kejadian sesaat yang tidak mengenakkan. 

Jangan sampai kita sebagai manusia yang memiliki akal dan nurani bisa kalah dengan seekor anjing tadi.

Jangan mudah menghapus kenangan yang telah terukir dan persahabatan yang telah terjalin bertahun lamanya hanya karena hal-hal kecil yang kurang kita sukai darinya saat ini.
Mencari teman itu lebih mudah daripada mendapatkan sahabat.

Jagalah hubungan kekeluargaan dan persahabatan yang ada dengan baik karena menjaga memang jauh lebih sulit dari mendapatkannya. Dan satu hal lagi, tidak ada manusia yang sempurna. Mari terus belajar dan memperbaiki diri.

Komentar

Popular Posts

Pandai Mengukur, Lupa Bersyukur

Tak Apa Jika Pencapaian Kita Berbeda

Tak Mewah Tak Berarti Susah