Tidak Mengurusi Perpustakaan, Katanya.

Gambar
Sebagai pustakawan, aku sangat percaya bahwa perpustakaan adalah jantung dari sebuah ekosistem literasi di sekolah. Bukan hanya sekadar tempat menyimpan buku, perpustakaan adalah ruang hidup, tempat tumbuhnya gagasan, kreativitas, dan kecerdasan para siswa. Maka, wajar jika aku berharap semua elemen sekolah, terutama para guru, memiliki perhatian yang besar terhadapnya. Namun, suatu hari aku berbincang dengan seorang teman—seorang guru yang kukagumi karena kompetensinya yang luar biasa. Dia adalah figur yang dikenal sebagai guru penggerak, sosok yang sering digadang-gadang sebagai inspirasi dalam memajukan pendidikan. Dengan penuh rasa ingin tahu, aku bertanya kepadanya tentang perpustakaan di sekolahnya. Namun, alih-alih mendapat jawaban yang bersemangat atau refleksi mendalam, dia malah berkata dengan santai, “Bagaimana apanya? Aku tidak mengurusi perpustakaan.” Jawaban itu membuatku tercekat. Aku tidak tahu apa yang lebih menohok—apakah nada seolah-olah perpustakaan itu tidak pentin...

[CERPEN] Senja Bersamamu



“ Besok sore jam 5, kita ketemu disini ya”

“ Kok jam 5?”

“ Biar kita bisa menikmati senja bersama, oh iya kenalkan aku Ragil. Sampai jumpa besok !” lalu senyumnya menyembul di antara gigi-gigi putihnya.

***

Dania berulangkali melihat jam di tangannya. Sudah 1 jam lebih dia menunggu. Berkali-kali dia meyakinkan dirinya bahwa dia tidak salah berada di tempat ini. Tempat yang dijanjikan lelaki itu, di jembatan baru Fly Over Ngelo.
Begitu bodohnya mereka tidak saling bertukar nomor HP, jadi pada saat yang dijanjikan Dania hanya bisa menunggu pasrah. Menanti datangnya senja bersama seorang yang belum pasti.
Senja telah berganti petang dan semakin gelap, Ragil tak kunjung datang, Dania lalu pulang dengan perasaan penuh kekecewaan. Dia ingin marah tapi dengan siapa? Apakah Ragil hanya mau mempermainkannya?

Entah mengapa tiba-tiba terbesit keraguan dalam dirinya, betapa dia dengan mudahnya mempercayai perkataan lelaki yang baru saja dia kenal. Lelaki yang dia kenal gegara peristiwa konyol yang menimpanya, ketinggalan bus rombongan.

“Kok bisa seh kamu ketinggalan rombongan,” tanyanya waktu itu.

“Panjang ceritanya” ucap Dania ketus.

“Oke kalau tidak mau cerita, aku tidak mau mengantarkanmu pulang, silakan cari taksi, atau cari kendaraan lain saja, lah”

“Eh, kok gitu. Di sini memang ada taksi?Duh mana HP-ku ga ada sinyal lagi.” Perasaan Dania semakin tidak karuan. Apalagi tempat ini sangat asing baginya. Letaknya yang berada di daerah pegunungan dan jauh dari kota, sangat tidak memungkinkan bahwa akan ada kendaraan umum yang lewat.

“Bodo amat!” lelaki itu beranjak pergi.

“Tunggu dulu...” cegah Dania

“Jangan pergi dulu, kau tidak mau mendengar ceritaku?” lanjut Dania.

Akhirnya Dania menyerah, dia menceritakan bahwa piknik ke Sungai Mudal ini adalah acara yang diadakan oleh teman-teman kantor tempat tantenya bekerja. Keikutsertaannya piknik ini karena menggantikan tantenya yang tidak bisa ikut serta karena suatu hal. Pemandangan kawasan wisata ini memang sangat menarik, ada air terjun, kolam renang dan airnya yang sangat jernih. Dania seperti terhipnotis dengan indahnya panorama alam ini. Hal ini merupakan moment yang sangat sayang untuk dilewatkan tanpa mengabadikannya dengan ber-selfi. Itulah yang dilakukan Dania sehingga dia terlena dan lupa akan rombongannya. Mungkin karena panitia belum hafal dengan Dania atau malah Dania yang belum hafal dengan teman-teman tantenya jadi dia berpencar begitu saja.

“Ini kesalahan panitianya yang kurang teliti, jelas-jelas kalau personil belum lengkap harusnya jangan main tinggal gitu dong,” keluh gadis berbibir tipis itu.

“Kamu juga sih yang ceroboh. Kamu terlalu asyik dengan duniamu sendiri.”

Dania membelalakkan matanya mendengar ucapan lelaki berambut belah tengah itu.

Akhirnya dia diantar oleh Ragil, pemuda yang tinggal di sekitar lokasi wisata. Lelaki yang tak sengaja dia temui ketika kebingungannya melanda saat tahu bahwa bus rombongan telah meninggalkannya. Dengan mengendarai sepeda motor, mengarungi jalanan yang terjal, menyusuri jalanan sepanjang puluhan kilometer akhirnya mereka sampai di daerah kota tempat tinggal Dania. Namun Dania tidak ingin pemuda itu mengantarkan sampai kerumah, dia hanya meminta diantar sampai Fly Over Ngelo saja, dan setelah itu dia akan jalan kaki sampai rumahnya, yang letaknya tak jauh dari tempat itu. Tentu hal ini dia lakukan agar orang rumah tidak mencurigainya.

***

Sepulang sekolah Dania mendapati ada sebuah pesan whatsApp dari nomor baru.


Hai gadis ceroboh, mungkin kau sangat menanti kedatanganku, kemarin. Aku berpikir mungkin kau juga masih menaruh kekecewaan padaku. Tapi maafkan aku, aku belum bisa mengajakmu menikmati senja. Aku mengalami kecelakaan ketika hendak menuju tempat yang aku janjikan. Aku sekarang masih dirawat di RS Nyai Ageng Serang.

Dari Sang Penyelamat Kecerobohan



Tanpa nama terang di dalam kertas itu, Dania sudah bisa menebak siapa pemilik pesan itu. Gadis berseragam putih abu-abu itu segera bergegas, tanpa berganti baju dia langsung meluncur ke rumah sakit.

Sesampai di sana, Dania bertanya pada perawat yang berjaga,
"Maaf, Mbak, pasien yang bernama Ragil sudah dibawa pulang keluarganya untuk dimakamkan."

Keterangan perawat itu bak sambaran petir yang dahsyat.
Dania tak bisa menahan perasaan sedihnya.
Air matanya mengalir deras. Berbagai perasaan bersalah menggeluti relung hatinya.
Dania merasa bersalah atas segala cacian, umpatan dan kekecewaan yang dia lontarkan saat kemarin menantinya di Fly Over.

“Hai .... ” terdengar suara seseorang dibelakangnya. Dania menoleh dan kaget.

“ Kau???”
Dilihatnya seorang lelaki dengan kepala yang diperban dan tangan kirinya yang digendong dengan kain putih.

“Aku sudah menduga kau pasti akan datang menemuiku.”

“ Kau??? Bukankah kau, sudah ... sudah meninggal?” ucap Dania dengan terbata-bata.
Si lawan bicara balik terkejut.

“Apa?? Kau ingin aku meninggal??”

“Tidaakk ... tidak, bukan gitu. Tadi perawat yang jaga mengatakan bahwa pasien yang bernama Ragil telah berpulang,” kata Dania masih dengan nada kebingungan.

Lelaki itu malah tertawa terkekeh.

“Aku belum ingin meninggal sebelum menemui si gadis ceroboh itu,”

Mendengar ucapan itu Dania langsung mencubit pinggang Ragil

“Jadi perawat itu berbohong? “

“Perawat itu benar. Memang tadi pagi ada pasien yang meninggal karena kecelakaan. Dan namanya Ragil. Tapi bukan aku yang dimaksud.”

“Ehm... Pantas, namamu pasaran, sih”

“Sebenarnya namaku bukan Ragil”

“Jadi kau membohongiku?”

“Tidak, aku tidak membohongimu. Ragil itu nama bekenku.”

“Kalau nama yang tidak beken?” tanya Dania sambil melirik gelang rumah sakit yang melingkar di pergelangan tangan Ragil bertuliskan Raditya Ramadhan.

“Ya bukan Ragil” ujarnya lalu mereka terkekeh.

“Oh iya, bagaimana bisa secarik kertas itu bisa sampai ke rumahku“

“Ehmm itu hal yang tidak sulit bagiku”

“Bagaimana bisa?” Rasa penasaran Dania semakin bertambah

“Ternyata, orang yang menabrakku itu adalah tetanggamu.”

Dania terperangah, ini bukanlah suatu kebetulan. Apakah ini memang takdir Tuhan untuk mempertemukan mereka?

Matahari mulai redup. Sang awan pun menjadi penguasa langit dengan saksama. Senja telah menyapa. Membuat mereka tersadar akan banyak hal indah yang dikaruniakan oleh sang Pencipta. Mereka terpesona. Meski sudah melihat berjuta kali senja, tapi tidak ada satupun dari mereka yang lebih indah dari senja yang mereka rasakan kali ini.

“Dania, apa kau tahu?” tanya Ragil memecah keheningan

“Apa?”

“Dalam bayanganku aku akan mengajak seorang perempuan yang istimewa menikmati senja di suatu tempat yang romantis, bukan di koridor rumah sakit seperti ini ”

“E..ehh.. Maksud kamu?”

Ragil hanya tersenyum simpul.

***


Komentar

Popular Posts

Pandai Mengukur, Lupa Bersyukur

Tak Apa Jika Pencapaian Kita Berbeda

Tak Mewah Tak Berarti Susah