The Power of Qadarullah: Belajar Tenang Saat Takdir Tidak Sejalan Harapan

Gambar
  Aku pernah merasa jengkel, kecewa, bahkan ingin marah ketika sesuatu tidak berjalan sesuai dengan keinginanku. Rasanya seperti semua usaha dan harapan dipatahkan dalam sekejap. Saat itu, aku merasa punya cukup alasan untuk mengeluh. Tapi di tengah kemarahan yang hampir meluap, ada seseorang yang berkata  "Qadarullah." Tak lebih. Hanya satu kata itu. Tapi hatiku seperti dicegah untuk meledak. Langsung nyesss. Seperti ada kekuatan yang tidak terlihat dari kata itu. Menenangkan. Menahan. Bahkan menyadarkanku. Sejak saat itu, aku mulai memahami: Qadarullah bukan sekadar ucapan. Ia adalah bentuk kepasrahan yang paling elegan kepada Allah. Ia adalah jembatan antara usaha dan ridha. Ia adalah pengakuan bahwa kita ini hamba—yang tak tahu rencana utuh dari Sang Pengatur. Belajar Menerima Takdir Kalimat Qadarullah, wa maa syaa-a fa‘al berarti, "Ini adalah takdir Allah, dan apa yang Dia kehendaki pasti terjadi." Kalimat ini bukan untuk orang yang lemah, justru untuk me...

Perpustakaan Tanpa Pustakawan, Bagaikan Jantung Yang Tak Berdetak

Tidak sedikit masyarakat yang masih memandang sebelah mata tentang profesi seorang seorang pustakawan. Banyak di antara mereka yang beranggapan bahwa pustakawan hanyalah tukang penjaga buku, yang sering tidak diakui keberadaannya. Peran pustakawan dianggap kurang penting, bahkan jarang mendapat apresiasi dari masyarakat. Pustakawan dianggap sebagai profesi yang tidak bonafit dan tidak excelent. Hal ini mungkin sangat menyakitkan, terutama bagi mahasiswa yang saat ini sedang menempuh pendidikan di bidang ilmu perpustakaan. Komentar yang tidak sedap perihal jurusan ilmu perpustakaan itu sendiri sering terdengar dari orang-orang terdekat seperti :

”Mau jadi apa kok kuliah di jurusan Ilmu Perpustakaan?”
”Oh... ada to jurusan Ilmu Perpustakaan itu?”
”Oh... mau jadi tukang penjaga buku ya....”

Mereka yang beranggapan seperti itu mungkin belum sadar betul akan hakikat seorang pustakawan. Bahkan mungkin mereka belum mengenal atau belum mengetahui akan pentingnya perpustakaan itu sendiri, bahwa perpustakaan adalah jantung pendidikan. Berbeda halnya dengan Pemerintah, dalam UU No. 43 tahun 2007 telah menyebutkan bahwa kualifikasi untuk seorang pustakawan adalah mempunyai latar belakang pendidikan formal dalam bidang ilmu perpustakaan minimal D3. Pemerintah telah mengakui keberadaan akan pentingnya seorang pustakawan sebagai penyedia informasi yang tentunya dibutuhkan oleh setiap orang. Pustakawan berperan sebagai pointer jalannya masuk ke dalam gerbang ilmu pengetahuan. Pustakawan memanajemen sebuah sumber ilmu pengetahuan yang sangat potensial yaitu jantungnya pendidikan yang tak lain dan tak bukan adalah perpustakaan. Dengan demikian profesi menjadi seorang pusakawan bukanlah sembarang orang, dia tidak hanya sekedar menjaga buku semata, di dalam perpustakaan mempunyai bermacam-macam program yang berkenaan dengan pengembangan informasi dalam berbagai bidang kajian ilmu pengetahuan, dan semuanya itu diampu oleh pustakawan. Tidak kita sadari benar bahwa manfaat dari informasi dan ilmu pengetahuan yang selama ini kita dapat di dalam perpustakaan adalah hasil daya guna kompetensi seorang pustakawan. 

Himbauan bagi calon pustakawan yang saat ini sedang menempuh pendidikan ilmu perpustakaan tidak perlu berkecil hati, teruslah berjuang dan meningkatkan kualitas diri seorang pustakawan yang handal dan berdedikasi tinggi. Profesi menjadi pustakawan adalah tugas mulia. Perlu kita renungkan bahwa negara yang maju karena bangsanya yang cerdas, bangsa yang cerdas adalah bangsa yang mau belajar, bangsa yang mau belajar tentu akan mementingkan adanya pendidikan, dan jantung pendidikan adalah perpustakaan. Perpustakaan tanpa adanya pustakawan tidak akan berfungsi sebagaimana mestinya, karena perpustakaan tanpa pustakawan bagaikan jantung yang tak berdetak.

Komentar

Popular Posts

Tak Mewah Tak Berarti Susah

Ghibah: Antara Obrolan Sehari-hari dan Kebiasaan yang Dinormalisasi

Ketika Tren Ramadan dan Lebaran Menjadi Bumerang