Tidak Mengurusi Perpustakaan, Katanya.

Gambar
Sebagai pustakawan, aku sangat percaya bahwa perpustakaan adalah jantung dari sebuah ekosistem literasi di sekolah. Bukan hanya sekadar tempat menyimpan buku, perpustakaan adalah ruang hidup, tempat tumbuhnya gagasan, kreativitas, dan kecerdasan para siswa. Maka, wajar jika aku berharap semua elemen sekolah, terutama para guru, memiliki perhatian yang besar terhadapnya. Namun, suatu hari aku berbincang dengan seorang teman—seorang guru yang kukagumi karena kompetensinya yang luar biasa. Dia adalah figur yang dikenal sebagai guru penggerak, sosok yang sering digadang-gadang sebagai inspirasi dalam memajukan pendidikan. Dengan penuh rasa ingin tahu, aku bertanya kepadanya tentang perpustakaan di sekolahnya. Namun, alih-alih mendapat jawaban yang bersemangat atau refleksi mendalam, dia malah berkata dengan santai, “Bagaimana apanya? Aku tidak mengurusi perpustakaan.” Jawaban itu membuatku tercekat. Aku tidak tahu apa yang lebih menohok—apakah nada seolah-olah perpustakaan itu tidak pentin...

Gara-Gara Main Kuda-Kudaan

Beberapa bulan terakhir ini kami dibuat resah dengan insiden hilangnya KK / kartu keluarga kami. Meski barang sepele namun KK adalah termasuk salah satu arsip pribadi yang sangat penting, bahkan menurut kami itu termasuk dalam kategori barang berharga. Bagaimana tidak? untuk mendapatkan selembar kertas itu kami harus meluangkan waktu berhari-hari, dan tentunya membutuhkan biaya yang tidak sedikit, tapi juga tidak banyak banget sih, hehe.

Kerisauan itu semakin meraja lela ketika kami membayangkan jika harus mengurus pembuatan KK baru lagi, betapa banyak hal yang akan kami buang lagi, urusan izin kerja yang belum tentu di acc, urusan dengan polisi untuk mengurus berita kehilangan, dan tentu akan membutuhkan biaya lagi, itu belum dihitung biaya uang bensin dan uang makannya karena sudah dipastikan dalam mengurus tetek bengeknya tak cukup 1 jam.

Segala penjuru pelosok rumah sudah kami geledahi. Setiap lorong-lorong sempit kami telusuri, kolong-kolong yang terselubung pun kami jelajahi, hehe Lebay ya. Namun tak ada tanda-tanda keberadaan kertas berwarna biru muda itu. Kami pun sudah mengingat-ingat kapan terakhir kami menyentuh dan meletakkan barang itu. Doa pun sudah kami panjatkan kepada Allah SWT, agar segera ditemukan KK tersebut. Kami yakin barang itu hanya berada di rumah, dan sepertinya terselip di suatu tempat yang belum kami lihat. Kalau orang tua bilang sih, "mungkin lagi disembunyiin syetan," hihiiii rada merinding ya. Tapi, apa setan butuh KK? hahaha

Suatu pagi, disaat kami sedang sibuk persiapan berangkat kerja, si anak merengek-rengek minta main sama ayahnya. Tentu rasa gusar mulai menghampiri. Anak kami, Salman, langsung menggeleyot ke punggung suami. 

"Ayo, Yah main kuda-kudaan, ayo, herrrrrrr" ucapnya seakan sedang menunggang kuda beneran. Suami pun mau nggak mau akhirnya menuruti kemauan si dia. Saat beraksi menjadi kuda, tiba-tiba suami melirik ke sebuah rak buku yang dilaluinya. Tepat sejajar dengan pandangan mata, ada selembar kertas bersampul plastik terselip diantara buku-buku. Setelah diamati lebih dalam, ternyata itu ada Kartu Keluarga yang selama ini kami cari.

Alhamdulillah, rasa syukur yang tiada tara melantun di pagi yang syahdu itu. Kalau saja Salman tidak minta main kuda-kudaaan mungkin keberadaan KK itu masih menghantui kami. Dan, ini memang skenario kecil dari Allah, bahwa semua yang ada di dunia ini tidak lain dan tidak bukan sudah diatur oleh Allah SWT.

Komentar

Posting Komentar

Popular Posts

Pandai Mengukur, Lupa Bersyukur

Tak Apa Jika Pencapaian Kita Berbeda

Tak Mewah Tak Berarti Susah