The Power of Qadarullah: Belajar Tenang Saat Takdir Tidak Sejalan Harapan

Gambar
  Aku pernah merasa jengkel, kecewa, bahkan ingin marah ketika sesuatu tidak berjalan sesuai dengan keinginanku. Rasanya seperti semua usaha dan harapan dipatahkan dalam sekejap. Saat itu, aku merasa punya cukup alasan untuk mengeluh. Tapi di tengah kemarahan yang hampir meluap, ada seseorang yang berkata  "Qadarullah." Tak lebih. Hanya satu kata itu. Tapi hatiku seperti dicegah untuk meledak. Langsung nyesss. Seperti ada kekuatan yang tidak terlihat dari kata itu. Menenangkan. Menahan. Bahkan menyadarkanku. Sejak saat itu, aku mulai memahami: Qadarullah bukan sekadar ucapan. Ia adalah bentuk kepasrahan yang paling elegan kepada Allah. Ia adalah jembatan antara usaha dan ridha. Ia adalah pengakuan bahwa kita ini hamba—yang tak tahu rencana utuh dari Sang Pengatur. Belajar Menerima Takdir Kalimat Qadarullah, wa maa syaa-a fa‘al berarti, "Ini adalah takdir Allah, dan apa yang Dia kehendaki pasti terjadi." Kalimat ini bukan untuk orang yang lemah, justru untuk me...

Gara-Gara Main Kuda-Kudaan

Beberapa bulan terakhir ini kami dibuat resah dengan insiden hilangnya KK / kartu keluarga kami. Meski barang sepele namun KK adalah termasuk salah satu arsip pribadi yang sangat penting, bahkan menurut kami itu termasuk dalam kategori barang berharga. Bagaimana tidak? untuk mendapatkan selembar kertas itu kami harus meluangkan waktu berhari-hari, dan tentunya membutuhkan biaya yang tidak sedikit, tapi juga tidak banyak banget sih, hehe.

Kerisauan itu semakin meraja lela ketika kami membayangkan jika harus mengurus pembuatan KK baru lagi, betapa banyak hal yang akan kami buang lagi, urusan izin kerja yang belum tentu di acc, urusan dengan polisi untuk mengurus berita kehilangan, dan tentu akan membutuhkan biaya lagi, itu belum dihitung biaya uang bensin dan uang makannya karena sudah dipastikan dalam mengurus tetek bengeknya tak cukup 1 jam.

Segala penjuru pelosok rumah sudah kami geledahi. Setiap lorong-lorong sempit kami telusuri, kolong-kolong yang terselubung pun kami jelajahi, hehe Lebay ya. Namun tak ada tanda-tanda keberadaan kertas berwarna biru muda itu. Kami pun sudah mengingat-ingat kapan terakhir kami menyentuh dan meletakkan barang itu. Doa pun sudah kami panjatkan kepada Allah SWT, agar segera ditemukan KK tersebut. Kami yakin barang itu hanya berada di rumah, dan sepertinya terselip di suatu tempat yang belum kami lihat. Kalau orang tua bilang sih, "mungkin lagi disembunyiin syetan," hihiiii rada merinding ya. Tapi, apa setan butuh KK? hahaha

Suatu pagi, disaat kami sedang sibuk persiapan berangkat kerja, si anak merengek-rengek minta main sama ayahnya. Tentu rasa gusar mulai menghampiri. Anak kami, Salman, langsung menggeleyot ke punggung suami. 

"Ayo, Yah main kuda-kudaan, ayo, herrrrrrr" ucapnya seakan sedang menunggang kuda beneran. Suami pun mau nggak mau akhirnya menuruti kemauan si dia. Saat beraksi menjadi kuda, tiba-tiba suami melirik ke sebuah rak buku yang dilaluinya. Tepat sejajar dengan pandangan mata, ada selembar kertas bersampul plastik terselip diantara buku-buku. Setelah diamati lebih dalam, ternyata itu ada Kartu Keluarga yang selama ini kami cari.

Alhamdulillah, rasa syukur yang tiada tara melantun di pagi yang syahdu itu. Kalau saja Salman tidak minta main kuda-kudaaan mungkin keberadaan KK itu masih menghantui kami. Dan, ini memang skenario kecil dari Allah, bahwa semua yang ada di dunia ini tidak lain dan tidak bukan sudah diatur oleh Allah SWT.

Komentar

Posting Komentar

Popular Posts

Tak Mewah Tak Berarti Susah

Ghibah: Antara Obrolan Sehari-hari dan Kebiasaan yang Dinormalisasi

Ketika Tren Ramadan dan Lebaran Menjadi Bumerang