Tidak Mengurusi Perpustakaan, Katanya.

Gambar
Sebagai pustakawan, aku sangat percaya bahwa perpustakaan adalah jantung dari sebuah ekosistem literasi di sekolah. Bukan hanya sekadar tempat menyimpan buku, perpustakaan adalah ruang hidup, tempat tumbuhnya gagasan, kreativitas, dan kecerdasan para siswa. Maka, wajar jika aku berharap semua elemen sekolah, terutama para guru, memiliki perhatian yang besar terhadapnya. Namun, suatu hari aku berbincang dengan seorang teman—seorang guru yang kukagumi karena kompetensinya yang luar biasa. Dia adalah figur yang dikenal sebagai guru penggerak, sosok yang sering digadang-gadang sebagai inspirasi dalam memajukan pendidikan. Dengan penuh rasa ingin tahu, aku bertanya kepadanya tentang perpustakaan di sekolahnya. Namun, alih-alih mendapat jawaban yang bersemangat atau refleksi mendalam, dia malah berkata dengan santai, “Bagaimana apanya? Aku tidak mengurusi perpustakaan.” Jawaban itu membuatku tercekat. Aku tidak tahu apa yang lebih menohok—apakah nada seolah-olah perpustakaan itu tidak pentin...

Ternyata, Istiqomah Itu Tidak Mudah


Apa itu istiqomah? Nama tetangga sebelah? haaha. Bukan, istiqomah itu kata lain dari konsisten. Apa iya? Yaa, kalau ga percaya ya buka KBBI ajah. Kalau bukak KBBI istiqomah itu teguh pendirian atau selalu konsekuen. 
Istiqomah ini juga berarti lurus, tanpa menyimpang dengan meninggalkan semua bentuk larangan dari Allah SWT. Tentu orang-orang yang istiqomah ini akan mendapat yang luar biasa dari Sang Maha Kuasa.
Kata yang hanya terdiri dari 9 huruf ini top banget jika bisa diimplementasikan dalam hal/bidang yang kita tekuni
Lalu, bagaimana istiqomah dalam hal menulis?
Ini masih PR banget buat aku pribadi. Sebagai seseorang yang mendedikasikan hidup untuk menulis, tentu ini tantangan besar. Contoh nyatanya ya, ini nulis diblog saja, kayak abu-abu. Dibuat kapan, ngisinya kapan. Ahhh...maluu.

Tapi, ada satu tekat aku pingin istiqomah, pokoknya everyday is nulis day. Doain ya, man-teman semoga bisa konsisten ngisi blog ini. Aamiiin.

Oke, ada beberapa hal yang kupegang terkait dengan keistiqomahan menulis ini. 

1. Meluruskan Niat
Hal pertama, aku harus meluruskan niat. Apa sih tujuan untuk menjadi penulis? Mengapa mau jadi penulis? Apa untungnya jadi penulis? Nah, dari pertanyaan itu mari kita urai dalam hati. Eaaa...
Kalau aku dari awal ketika SMP (bisa dibaca di sini) suka menulis cerpen itu karena ingin menyalurkan imajinasi. Lalu ketika dewasa sudah berumahtangga, bekerja, tujuan menulis itu karena ingin berkembang. Termasuk mengembangkan dompet, hihiikks. Jujur banget.
Ini sudah terbukti, gara-gara menulis nih, banyak job yang datang menghampiri, sehingga membuat aku semakin bertambah wawasannya, bertambah saudara/teman, bertambah incomenya. Looh.  Tapi kalau masalah uang bukan tujuan utama sih, hanya bonus lah ya. Karena Gusti Allah itu mboten sare (tidak tidur) jadi pasti akan ada  buah yang bisa dipetik dari setiap apa yang kita tanam.
So, menulis ini aku niatkan untuk berbagi tentang apa yang selama ini kudapatkan baik ilmu ataupun pengalaman yang pahit maupun yang manis. Hihiii.
Dari berbagi ini bisa kita jadikan dakwah.  bukan berarti harus jadi ustadz dulu lho ya biar bisa berdakwah. Bisa dibayangkan saat berbagi pengalaman atau ilmu tersebut, akan dibaca banyak orang sehingga bisa menginspirasi orang yang membaca tersebut dan membuat orang lebih baik dalam hidupnya. Masih ingat kan salah satu hal yang menjadi syafaat di akhirat kelak? Yaitu ilmu yang bermanfaat.

2. Bergabung dengan Komunitas
Berteman dengan penjual parfum akan wangi. Bagitulah kira-kira ada pepatah semacam itu. Nah, tahu kan maksudnya?Jadi kalau mau istiqomah jadi penulis, ya bertemanlah dengan para penulis.  Dari sini aku mulai banyak berjeraring dengan komunitas penulis baik online maupun offline. Sebenarnya banyak banget lho komunitas kepenulisan itu, bimbingan online atau sharing tentang kepenulisan juga banyaaakk. Nah, akhir-akhir ini aku mengikuti rekrutmen komunitas Forum Lingkar Pena wilayah Yogyakarta. Bismillah, semoga ini bisa menjadi wadah agar aku tetap berkarya. Harapannya ketika kita sudah mempunyai komunitas, saat mood menulis itu hilang, akan ada yang menyemangati. Sehingga ruh menulis itu tetap terjaga.

3. Rutin Menulis
Sudah punya niat, sudah punya komunitas, nah, tinggal rutin nulis deh. Emang nulis apa? Ya, nulis apa yang disukai. Bisa jadi pengalaman pribadi, bisa juga pengalaman orang lain. Tentang perasaan yang mengganjal hari ini. 
Ambil contoh aja kaya FB yang selalu menanyakan tentang "Apa yang Anda rasakan hari ini".
Dan, bagiku untuk bisa rutin nulis tiap hari itu prestasi banget. Tantangan besar ini. 

So, sampai di sini dulu lah ya, cuap-cuap kada. Yuk terus menulis, siapapun pasti bisa menulis. Mari menulis, mari berkarya, mari berdakwa, dan mari menginspirasi.



Komentar

Popular Posts

Pandai Mengukur, Lupa Bersyukur

Tak Apa Jika Pencapaian Kita Berbeda

Tak Mewah Tak Berarti Susah